twitter
rss

            Aku sadar tak akan ada cerita yang menarik jika kita menyimpannya sendiri tanpa dibagi kepada yang lainnya, meskipun itu hanya pada secarik kertas yang esok, entah kapan hari akan kita buka lagi. Akan kita ingat, akan kita renungkan, apa yang pernah terjadi dan apa yang sedang terjadi kemudian hari. Untuk itu ku torehkan sedikit yang aku rasa belakangan ini.
            Dua bulan ternyata waktu yang cukup lama, waktu yang cukup untuk membuatmu lupa terhadapku. Berbeda saat kita akan pulang kampung dihari yang sama dua bulan lalu, malam itu kita lewati dengan perasaan yang berat. Berat untuk berpisah. Seminggu dua minggu selama dirumah, perasaan rindu makin membuncah. Begitupun juga dengan perasaan masing-masing. Sampai akhirnya aku beranikan diriku untuk mengakui bahwa sebenarnya aku menyukaimu.
            Nekat memang, tapi apalah dayaku. Dada ini rasanya sudah tidak kuat menahan gejolak yang ada. Perasaanku tambah meledak ketika aku mendengar bahwa apa yang aku rasakan itu juga yang kamu rasakan terhadapku. Aku sangat senang. Aku merasa cintaku terbalas, tidak bertepuk sebelah tangan.
            Tapi kebahagiaan ku itu tidak berlangsung lama, malam itu kamu bilang.. “you are the best n just for the best” ketika aku bilang yang terbaik untukku itu adalah kamu, kamu malah bersembunyi. Seakan kamu tidak siap dengan semua itu. Aku juga sadar, meskipun aku mengakui bahwa aku menyukaimu bukan berarti aku memintamu menjadi pacarmu. Iya aku sadar aku berharap padamu, tapi meskipun tidak sekarang paling tidak suatu saat nanti disaat semuanya sudah siap. Tapi kamu terus saja beralasan. Yah, aku mungkin belum mengerti maksudmu, tapi aku akan mencoba untuk mengerti itu.
            Minggu minggu berikutnya sudah tak pernah lagi ku dengar kabarmu, ceritamu, tawamu, dan semuanya tentangmu. Dirimu bagai hilang ditelan bumi. meskipun aku sudah berusaha menghubungimu tapi tak sedikitpun aku terima kabar darimu. Saat hari-hari terakhir liburan pun, saat dimana harusnya kita bahagia karena kita akan kembali berjumpa, aku sama sekali tak mendengar antusiasmu.
            Hari ini, hari pertama perkuliahan. Hari pertama bertemu teman-teman lagi. Tapi tak sedikitpun terlintas dipikiranku untuk bertemu denganmu. Karena aku yakin, mungkin kamu juga tak ingin bertemu denganku. Tapi entah kenapa, siang tadi kami terlihat didepan mataku.
            Ketika aku menatap sebelah kanan, entah kenapa mataku langsung menemukan matamu. Kamu tahu tidak, jantungku seakan mau copot. Ini lah orang yang aku tunggu, yang selalu aku pikirkan. Tapi aku tidak tahu, dia menunggu bahkan memikirkanku atau tidak. Dikerumunan teman-teman aku bersembunyi. Kamu datang menyapa dan menyalami teman-teman satu per satu.

            Yah, kamu memang menyalami semua yang ada disana, termasuk aku. Tapi kamu sama sekali tidak menyapaku. Kita seperti orang lain yang tidak saling mengenal. Tidak tahan rasanya mendengarmu bercerita seru dengan teman disebelahku tanpa sedikitpun menyapaku. Akhirnya aku pergi tanpa berpamitan. Aku tidak peduli apa kamu memperhatikan ku atau tidak. Yang jelas aku sedih dengan keadaan sekarang ini.

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Kehidupan dan penghidupan mengalami perubahan dengan semakin majunya ilmu dan teknologi. Ini berarti generasi baru memerlukan masa persiapan dan pendidikan yang lebih lama dengan persyaratan-persyaratan yang lebih tinggi. Sekolah menjadi lebih besar dan tidak mudah untuk dikelola. Para pendidik dan guru tidak cukup dilengkapi hanya dengan kemampuan-kemampuan mengenai belajar-mengajar saja, tetapi memerlukan juga berbagai pengetahuan an ketrampilan dalam rangka “penyelenggaraan usaha pendidikan”, yaitu administrasi pendidikan.
            Administrasi sebagai proses, yaitu sebagai suatu urutan kegiatan-kegiatan tertentu yang harus ditempuh untuk memperoleh efektivitas dan efisiensi itu. Administrasi ialah keseluruhan proses yang mempergunakan dan mengikutsertakan semua sumber potensi yang tersedia dan yang sesuai, baik personal maupun material, dalam usaha untuk mencapai bersama suatu tujuan, secara efektif dan efisien.

B.     Rumusan Masalah
a.       Apa pengertian administrasi ?
b.      Apa pengertian pendidikan non formal ?
c.       Bagaimana administrasi lembaga pendidikan non formal ?






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Administrasi
            Administrasi jika kita telaah arti kata asalnya “ad” dan “ministrere”, berarti “dengan bantuan”. Maksudnya, bahwa administrasi merupakan suatu bantuan, yaitu bantuan agar suatu usaha dapat berjalan lancar, mencapai tujuannya dengan baik, tanpa pemborosan apapun.
            Setiap usaha memerlukan administrasi. Makin besar dan rumit pekerjaannya, makin sukar tujuan tercapainya, makin kompleks pula pemikiran dan pengaturannya. Makin tinggi pula taraf pengadministrasiannya, agar tujuannya dapat dicapai sebaik-baiknya, secara efektif dan efisien.
            Dalam arti yang luas. Arti sebenarnya, administrasi mencakup semua kegiatan, yang perlu dijalankan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Kegiatan itu dimulai dari mulai menentukan kebijaksanaan, membuat rencana, membagi-bagi tugas, menyusun peraturan pelaksanaan, mengawasi dan membimbing pelaksanaan, sampai kepada penilaian berhasil-tidaknya usaha itu.
             Jadi secara umum dan luas dapat kita katakan bahwa : Administrasi ialah keseluruhan proses yang mempergunakan dan mengikutsertakan semua sumber potensi yang tersedia dan yang sesuai, baik personal maupun material, dalam usaha untuk mencapai bersama suatu tujuan, secara efektif dan efisien.[1]





B.     Pengertian Pendidikan Non Formal
1.      Latar Belakang Kelahiran Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal juga disebut pendidikan luar sekolah. Pendidikan luar sekolah sebagai suatu sistem, baru dikenalkan kepada umum secara resmi kira-kira tahun 1970.
Sebelum anak menjadi murid suatu sekolah anak-anak telah memperoleh pendidikan yang diberikan oleh keluarganya terutama ayah dan ibunya. Anak-anak banyak belajar di rumah dari ibunya dan bapaknya (orang tuanya) dimana dan kapan saja menyangkut beberapa hal yang mereka perlukan di dalam pertumbuhan dan perkembangannya ke arah kesempurnaannya. Pendidikan di dalam keuarga disebut pendidikan informal, belum merupakan sistem pendidikan dengan aturan-aturan yang ketat dan tegas. Proses pendidikan informal ini terjadi karena adanya komunikasi antara anak-ibu-ayah-nenek-kakak-dan lain-lain. Bentuk pendidikan berupa nasihat, contoh, anjuran, larangan, perintah, pendidikan agama, etika, sopan santun, dan lain-lain. Karena masyarakat terdiri dari keluarga-keluarga, maka pendidikan informal menjadi diperluas sesuai dengan kepentingan masyarakat dalam bentuk pendidikan tradisional. Landasan pendidikan tradisional antara lain yaitu agama, dan tempat tinggal sebagai tempat menggali rejeki. Dalam hal ini berorientasi pada ekonomi, seperti pertanian, kerajinan, industri, dan lain-lain. Pendidikan tradisional tersebut merupakan awal sejarah pendidikan nonformal atau pendidikan luar sekolah yang berkembang dewasa ini.
Telah lama dikenal sebagai kegiatan pendidikan yang diselenggarakan di luar keluarga dan bukan pula dalam sekolah. Beberapa contoh kegiatan pendidikan di luar sekolah misalnya :
1.      Mass Education, yaitu pendidikan yang diberikan kepada orang dewasa di luar lingkungan sekolah yang bertujuan memberikan kecakapan baca, tulis dan pengetahuan umum untuk dapat mengikuti perkembangan dan kebutuhan hidup sekelilingnya.
2.      Adult Education, yaitu kegiatan atau usaha yang pada umumnya dilakukan dengan kemauan sendiri (bukan dipaksa dari atas) oleh orang dewasa, terutama yang berhubungan dengan kebutuhan sehari-hari.
3.      Foundamental Eucation : pendidikan dasar ini dilancarkan UNESCO tahun 1949, terutama menolong masyarakat untuk mencapai keajuan sosial ekonomi, agar mereka dapat menduduki tempat yang layak dalam dunia modern. Materi pendidikannya sederhana, misalnya kecakapan berumah tangga, pendidikan akhlak/jiwa/ pendidikan kesehatan dan lain-lain.
4.      Pendidikan Masyarakat : ditunjukkan kepada orang dewasa termasuk pemuda di luar batas umur tertinggi kewajiban belajar dan diakukan di luar lingkungan dan sistem pengajaran sekolah biasa. Pendidikan ini dilakukan sejak tahun 1946. Tugas utama untuk mengadakan pemberantasan buta huruf.
5.      Extention Education : yaitu kegiatan pendidikan yang dilaksanakan di luar lingkungan sekolah biasa, diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi untuk mengimbangi hasrat masyarakat yang ingin menjadi peserta aktif dalam pengeolaan jaman.
Dengan dikembangkan pendidikan seumur hidup (life long education), maka semakin dirasakan kebutuhan bentuk-bentuk kegiatan pendidikan bagi masyarakat pada umumnya agar dapat mengatasi ketertinggalannya dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
2.      Pengertian dan Karakteristik Pendidikan Nonformal
Pendidikan Luar Sekolah yaitu setiap kegiatan pendidikan yang terorganisasikan yag diselenggarakan di luar sistem pendidikan sekolah, baik tersendiri maupun merupakan bagian dari suatu kegiatan yang luas, yang dimaksudkan untuk memberikan layanan kepada sasaran didik tertentu dalam rangka mencapai tujuan-tujuan belajar.
Kegiatan pendidikan di luar sekolah mempunyai ciri-ciri antara lain : (a) ada pengorganisasian, (b) ada program isi pendidikan, (c) adanya urutan materi, (d) jangka waktu pendek, (c) tujuan spesifik, (f) sasaran : anak, orang dewasa, orang tua.
Direktur Jendral Pendidikan Luar Sekolah dan Olah Raga telah membuat keputusan No. Kep-757/18/1977 tanggal 9 September 1977 tentang Pola Dasar Pelaksanaan Pembinaan Pendidikan Luar Sekolah yang diselenggarakan Masyarakat (PLSM). PLSM adalah kegiatan pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan secara lisan dan atau secara tertulis, untuk warga masyarakat, oleh warga masyarakat, dari masyarakat, di tengah-tengah masyarakat, dengan daya dan dana sendiri, berdasarkan kebutuhan yang dirasakan, melalui lembaga-lembaga pendidikan dalam bentuk kursus kejuruan atau sejenis lainnya.
Pendidikan luar sekolah merupakan kebutuhan bagi masyarakat untuk mengembangkan potensi warga masyarakat dengan dana dan daya mandiri.
Pendapat lain mengatakan bahwa pendidikan luar sekolah adalah setiap usaha pelayanan pendidikan yang dilakukan dengan sengaja, teratur, dan berencana di luar sistem sekolah, berlangsung sepanjang umur, yang bertujuan untuk mengaktualisasi potensi manusia sehingga terwujud manusia yang gemar belajar-membelajarkan, mampu mningkatkan taraf hidup berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan pembangunan masyarakat. Pendidikan Luar Sekolah bertujuan untuk mengaktualisasi potensi manusia. PLSM merupakan program yang perlu dikelola dengan efektif dan efisien.
Program dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh perorangan, kelompok atau organisasi (lembaga) dan memuat komponen-komponen tertentu. Komponen-komponen itu meliputi tujuan, sasaran, isi dan jenis kegiatan, proses kegiatan, waktu, fasilitas, alat, biaya, organisasi penyelenggaraan dan lain sebagainya.[2]
            Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai didalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa.  Selanjutnya, pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental.[3]
Fungsi administrasi biasanya kita lihat dari 3 segi:
a.       Administrasi sebagai Kepemimpinan, yang melihat efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan dari segi Pemimpinnya, dari segi pengaruh dan tanggung jawabnya.
b.      Administrasi sebagai Proses, yang melihat urutan-urutan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan.
c.       Administrasi sebagai Gugusan Permasalahan, yang melihat sasaran/masalah-masalah yang harus diselesaikan, dan hubunganantar sesamanya, dalam usaha mencapai tujuan.

C.    Administrasi Lembaga Pendidikan Nonformal
Yang dimaksud lembaga pendidikan luar sekolah  adalah suatu lembaga pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan oleh, dari, dan untuk masyarakat baik secara lisan maupun tertulis yang dapat dilaksanakan dalam bentuk belajar sendiri, belajar bersama, kursus, berguru, dan magang.
1.      Unsur dan komponen pendidikan nonformal
Setiap lembaga pendidikan luar sekolah memiliki unsur-unsur pendidikan sebagai berikut: (a) pimpinan/pengelola lembaga/kursus, (b) sumber belajar (c) warga belajar, (d) kurikulum/ program belajar, (e) prasarana belajar, (f) sarana belajar, (g) tata usaha lembaga belajar, (h) dana belajar, (i) rencana pengembangan, (j) usaha-usaha bersifat pengabdian, (k) Hasil belajar, dan (l) Ragi belajar.
Selain unsur-unsur pendidikan tersebut diatas, lembaga-lembaga Diklusemas terdiri dari komponen-komponen pokok umum dan penunjang.
a.       Komponen pokok:
1.      Sumber belajar yang sudah mendapat pelajaran atau penataran P4.
2.      Perbandingan jumlah sumber belajar, warga belajar sesui dengan jenis pendidikan.
3.      Sumber belajar yang memiliki tanda kemampuan / keahlian sesuai dengan bidangnya.
4.      Sumber belajar yang memiliki pengalaman membelajarkan sesui dengan bidangnya.
5.      Mempergunakan kurikulum/ program belajar yang baku.
6.      Sejumlah warga belajar.
7.      Alat-alat pelajaran yang sesui dengan jumlah warga belajar.
8.      Alat-alat pelajaran yang sesui dengan jenis pendidikan yang dilaksanakan.
9.      Buku pegangan untuk sumber belajar yang sesui dengan tingkat dan jenis pendidikan yang dilaksanakan.
10.  Tersedianya ruang-ruang belajar sesui dengan  keperluan.
11.  Mempunyai buku inventaris.
12.  Terdaftar/ memiliki izin dari Depdikbud.
13.  Pengelola dan karyawan karyawat menjaddi anggota HP-PLSM.
14.  Sumber belajar menjadi anggota HISPI.
b.      Komponen umum:
1.      Buku induk warga belajar
2.      Berkas tentang data mengenai sumber belajar
3.      Buku absen sumber belajar dan warga belajar
4.      Pembukuan keuangan / perbendaharaan
5.      Arsip dan dokuntasi
6.      Bukti pemberian penghargaan dan kesejahteraan kepada sumber belajar dan pegawai-pegawai lainnya
7.      Mempunyai ketentuan besarnya uang kursus sesui dengan jenis pendidikan serta penggunaannya
8.      Menghasilkan jumlah warga belajar yang dapat menyelesaikan program belajar, sesui dengan jenis pendidikannya
9.      Menyelenggarakan Evaluasi Belajar Tahap Akhir( EBTA)
10.  Mengeluarkan Surat Tanda Selesai Belajar (STSB) sesui peraturan yang berlaku.
c.       Komponen-komponen penunjang:
1.      Jadwal kerja untuk pengembangan kursusnya
2.      Memberi keringanan uang kursus
3.      Rencana peningkatan kemampuan sumber belajar
4.      Kegiatan kemasyarakatan atau pengabdian
2.      Pendaftaran dan perizinan
Mendirikan lembaga pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat baik perorangan, kelompok agar mendapat  pengakuan dari Dikmas tingkat kecamatan, kotamadya/ kabupaten harus mendaftarkan diri / lembaga. Selanjutnya mengurus perizinan agar mendapat persetujuan wewenang resmi untuk menyelenggarakan pendidikan dalam rangka menunjang program pendidikan. Pemberian izin tidak mutak, tetapi terikat dengan ketentuan dan hukum yang berlaku.
a.       Pentahapan kriteria perizinan :
Tahap pertama : tercatat, yaitu suatu tahap lembaga PLS telah dicatat oleh penilik pendidikan masyarakat setempat.
Tahap kedua : terdaftar, yaitu suatu tahap lembaga PLS telah terdaftar pada kepala seksi Dikmas dengan petunjuk penilik Dikmas. Status terdaftar ini merupakan masa percobaan dan berlaku paling lama 6 bulan.
Tahap ketiga : izin penyelenggara kursus PLS. Izin dapat diberikan kepada penyelenggara/ pengelola kursus yang telah memenuhi persyratan.
b.      Pentahapan izin ada tiga tahap, yaitu :
Tahap C : disebut tahap swadaya, yang statusnya dalam masa pembinaan. Pemberian izin tersebut untuk melegalisasi kegiatan penyelenggaraan. Tahap ini maksimum 1 tahun.
Tahap B : disebut tahap swakarya, statusnya dalam masa pengembangan. Pemberian izin dilakukan sebelum tahap swadaya berakhir, sedang pelaksanaan pendidikan berjalan lancar dan baik. Masa berlaku izin penyelenggaraan pada tahap ini maksimum 3 tahun.
Tahap A : disebut tahap swasembada, statusnya dalam masa pemantapan. Pemberian izin pada tahap ini apabila kursus telah melaksanakan program pendidikannya sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Masa berlaku masa penyelenggaraan pada tahap ini maksimum 5 tahun. 
3.      Prosedur Pengajuan Permohonan Izin
Maksud diadakan pendaftaran dan perizinan adalah memberikan wewenang kepada seseorang atau badan untuk menyelenggarakan/ mendirikan kursus Diklusemas sesuai dengan jenisnya dalam rangka menunjang sukses program pembangunan di bidang pendidikan. Hal ini sesuai dengan Surat Keputusan mendikbud nomor 0153/U/1981, tanggal 29 April 1981. Ada 3 macam pendaftaran dan perizinan, yaitu terdaftar, izin dan perpanjangan.
a.       Terdaftar :
Untuk mendapatkan status terdaftar pimpinan kursus kan ursusnya kepada kantor Dekdikbud Kabupaten/Kodya dalam hal ini Kepala seksi Dikmasdengan petunjuk Penilik Dikmas, tembusannya dikirim kepada Kantor Dekdikbud Kecamatan. Penilik memberikan petunjuk secukupnya tentang pendaftaran kursus serta cara pengisian formulir pendaftaran. Penilik Dikmas atas nama Kepala Kantor Depdikbud kecamatan melaporkan kepada Kepala Kantor Depdikbud Kabupaten/Kodya, dalam hal ini Kepala Seksi Dikmas, ssetelah diadakan pengecekan/peninjauan.
Kepala Kantor Depdikbud Kabupaten/Kodya mengeluarkan bukti pendafatran kepada penyelenggara kursus yang tebusannya ditujujkan kepada Kepala Kantor Depdikbud Kecamatan, Kepala Kantor Wilayah Depdikbud Propinsi dan Direktur Pendidikan Masyarakat.
b.      Izin :
Setelah kursus Diklusemas terdaftar, maka penyelenggara kursus tersebut dapat mengajukan permohonan izin kursus. Penilik Dikmas memberikan petunjuk tentang cara mengisi formulir berikut lampiran-lampirannya. Kepala Seksi Dikmas mempelajari kelengkapan permohonan beserta lampirannya. Apabila ternyata masih ada kekurangan, maka Kepala Seksi Dikmas segera mengembalikan kepada penyelenggara atau pengelola kursus untuk melengkapi. Segera Kepala Seksi Dikmas beserta Penilik Dikmas meninjau kursus Diklusemas yang bersangkutan. Berdasar hasil pemeriksaan ini Kepala Kantor Depdikbud Kabupaten/Kodya meneruskan permohonan tersebut kepada Kakanwil Depdikbud disertai rekomendasi, agar kepada kursus Diklusemas tersebut dapat diberikan izin, dengan melampirkan formulir-formulir dan lampiran-lampiran, serta hasil pemeriksaan/peninjauan meliputi tempat, tenaga, kelengkapan buku-buku administrasi dan lain-lainnya. Kanwil Depdikbud Propinsi, dalam hal ini bidang Dikmas akan meneliti berkas-berkas tersebut. Apabila dianggap perlu bidang Dikmas dapat meninjau langsung ke lokasinya. Setelah diteliti dan telah memenuhi persyaratan Kakanwil Depdikbud Propinsi mengeluarkan surat keputusan izin penyelenggarakan kursus Diklusemas dan piagam. Surat Keputusan dan Piagam untuk kursus Diklusemas dikirimkan kepada penyelenggara kursus melalui Kepala Kantor Depdikbud Kabupaten/Kodya dan Kantor Depdikbud Kecamatan baik bidang Dikmas dan seksi Dikmas maupun penilik Dikmas harus mencatatnya dalam buku registrasi /pendaftaran.
c.       Prosedur pengajuan perpanjangan :
Pada prinsipnya prosedur pengajuan perpanjangan izin sama dengana prosedur pengajan perizinan, mengisi formulir perpanjangan izin yang sudah ditentukan dan melampikan fotokopi surat keputusan izin yang lama serta laporan kegiatan selama periode 1 tahun yang telah berlangsung. Satu bulan sebelum waktu masa perizinan, penyelenggara kursus sudah harus melapor kepada Kepala Kantor Depdikbud Kabuppaten/Kodya, dalam hal ini Kepala Seksi Dikmas. Bila masa perizinan telah berakhir dan penyelenggara kursus tidak melapor, maka Kepala Seksi Dikmas membuat surat pemberitahuan. Bila setelah 3 bulan sejak berakhirnya surat izin penyelenggaraan kursus yang bersangkutan tidak mengurus sebagaimana mestinya, maka izin penyelenggaraan kursus tersebut tidak dapat diperpanjang lagi dan yang bersangkutan harus mengurus izin baru.
4.      Kewenangan memberi dan mencabut izin penyelenggaraan kursus Diklusemas
a.       Teguran lisan oleh Kepala Kantor Depdikbud Kecamatan.
b.      Peringatan tertulis I, II, dan III dilakukan oleh Kepala Kantor Depdikbud Kabupaten/Kodya dengan tembusan Kepala Kanwil Depdikbud Propinsi dan Direktur Pendidikan Masyarakat.
c.       Pencabutan izin untuk sementara dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah Depdikbud Propinsi dengan tembusan kepada Direktur Dikmas, Kepala Kantor Depdikbud Kabupaten/Kodya dan Kecamatan. Apabila dalam waktu 1 bulan setelah peeeringatan tertulis III pihak penyelenggara/pengelola kursus Diklusemas tidak menunjukkan perbaikan.
d.      Pencabutan izin sepenuhnya oleh Kakanwil Depdikbud Porpinsi, bila dalam waktu 3 bulan berturut-turut setelah pencabutan izin sementara, penyelenggara/pengelola kursus tetap mengabaikannya. Tembusannya kepada Direktur Dikas, Kepala Kantor Depdikbud Kabupaten/Kodya dan Kecamatan.  [4]



BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
        i.            Administrasi ialah keseluruhan proses yang mempergunakan dan mengikutsertakan semua sumber potensi yang tersedia dan yang sesuai, baik personal maupun material, dalam usaha untuk mencapai bersama suatu tujuan, secara efektif dan efisien
      ii.            Pendidikan Nonformal adalah setiap kegiatan pendidikan yang terorganisasikan yag diselenggarakan di luar sistem pendidikan sekolah, baik tersendiri maupun merupakan bagian dari suatu kegiatan yang luas, yang dimaksudkan untuk memberikan layanan kepada sasaran didik tertentu dalam rangka mencapai tujuan-tujuan belajar.
    iii.            Lembaga pendidikan nonformal adalah suatu lembaga pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan oleh, dari, dan untuk masyarakat baik secara lisan maupun tertulis yang dapat dilaksanakan dalam bentuk belajar sendiri, belajar bersama, kursus, berguru, dan magang.



DAFTAR PUSTAKA
Rifai, Moh. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Penerbit  Jemmars Bandung, 1984
Sudirman N., dkk., Ilmu Pendidikan. Bandung : Remaja Rosda Karya, 1992
Sukirman, Hartati dkk, Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Yogyakarta : Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta



[1]Moh Rifai, Administrasi dan Supervisi Pendidikan (Bandung: Penerbit  Jemmars Bandung, 1984), hlm. 24
[2] Hartati Sukirman dkk, Administrasi dan Supervisi Pendidikan (Yogyakarta:Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta), hlm. 39
[3]Sudirman N., dkk., Ilmu Pendidikan (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1992), hlm. 4.
[4] Hartati Sukirman dkk, Administrasi dan Supervisi Pendidikan (Yogyakarta:Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta), hlm. 43-48

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Pada tahap awal pendidikan Islam itu berlangsung secara informal. Para mubaligh banyak memberikan contoh teladan dalam sikap hidup mereka sehari-hari. Para mubaligh itu menunjukkan akhlakul karimah, sehingga masyarakat yang didatangi menjadi tertarik untuk memeluk agama Islam dan mencontoh perilaku mereka. Lewat pergaulan antara para mubaligh dan masyarakat sekitar terbentuklah masyarakat muslim.
            Setelah masyarakat muslim di suatu daerah terbentuk, maka yang menjadi perhatian mereka  yang pertama sekali adalah mendirikan rumah ibadat (masjid, langgar atau mushalla). Karena kaum muslimin itu diwajibkanuntuk shalat lima waktu dan dianjurkan untuk berjamaah. Selain itu, sekali seminggu diwajibkan untuk melaksanakan shalat Jumat. Jadi, suatu hal yang tidak boleh tidak, mesti ada dilingkungan masyarakat muslim adalah rumah ibadat.
            Di dalam sejarah Islam sejak zaman Nabi Muhammad telah difungsikan rumah ibadat tersebut sebagai tempat pendidikan. Rasul menjadikan Masjid Nabawi untuk berlangsungnya proses pendidikan di dalamnya. Perbuatan beliau ini ditiru oleh khalifah-khalifah sesudah beliau. Dengan demikian, masjid berfungsi sebagai tempat pendidikan adalah merupakan suatu keharusan di kalangan masyarakat muslim.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pendidikan Islam
            Pendidikan sebagai salah satu usaha untuk membina dan mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia jasmani dan rohani agar menjadi manusia yang berkepribadian harus berlangsung secara bertahap. Oleh karena itu, banyak pakar yang pendidikan memberikan arti pendidikan sebagai suatu proses dan berlangsung seumur hidup. Karenanya pula, pendidikan tidak hanya berlangsung di dalam kelas, tetapi juga diluar kelas.
            Pendidikan tidak hanya terbatas pada usaha mengembangkan intelektualitas manusia, melainkan juga mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia untuk mencapai kehidupan yang sempurna. M.J. Adler mengartikan “pendidikan” adalah suatu proses di mana semua kemampuan manusia (bakat dan kemampuan yang diperoleh) dapat dipengaruhi oleh pembiasaan dan disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik melalui sarana yang artistik serta dibuat dan dipakai oleh siapapun untuk membantu orang lain atau dirinya sendirinya dalam mencapai tujuan yang ditetapkan dengan kebiasaan yang baik.[1]
            Dari ungkapan beberapa definisi pendidikan dalam pengertian yang masih umum mengandung arti bahwa pendidikan adalah proses kependidikan yang mengandung pengarahan kepada suatu tujuan tertentu atau suatu proses yang berlangsung ke arah sasaran tertentu.[2]
            Jika pengertian-pengertian umum pendidikan yang telah dikemukakan dihubungkan dengan pengertian pendidikan Islam maka akan nampak perbedaan penekanan tujuan pendidikan yang hendak dicapai yaitu: kesempurnaan manusia, yang puncaknya dalah dekat kepada Allah, dan kesempatan manusia ang puncaknya adalah kebahagiaan dunia akhirat.[3]

B.     Sekilas tentang Lembaga Pendidikan pada Masa Awal Islam
            Dalam menulusuri bagaimana sistem dan perkembangan ilmu dalam Islam di masa klasik (sejak masa Nabi Muhammad), penting sekali dengan terlebih dahulu melihat keberadaan lembaga-lembaga pendidikan Islam yang ada, karena dengan melihat perkembangan lembaga-lembaga pendidikan yang ada, setidaknya akan dapat melihat bagaiman sistem yang diberlakukan dalam lembaga pendidikan tersebut.
            Apalagi kondisi sosiokultural masyarakat Arab pra-Islam terutama pada masyarakat Mekkah dan Madinah sangat mempengaruhi pole pendidikan periode Nabu di Mekkah dan Madinah. Secara kuantitas orang-orang yang masuk Islma pada fase Mekkah lebih sedikit daripada orang-orang yang masuk Islam pada fase Madinah. Hal tersebut diantaranya disebabkan oleh watak dan budaya nenek moyang mereka sedangkan masyarakat Madinah lebih mudah memasuki ajaran Islam karena saat kondisi masyarkat, khususnya Aus dan Khazraj, sangat membutuhkan seorang pemimpin, untuk melenturkan pertikaian sesama mereka dan sebagai “pelindung” dari ancaman kaum Yahudi, di samping sifat penduduknya yang lebih ramah yang dilatar belakangi kondisi geografis yang lebih nyaman dan subur.
            Konsep dan perkembangan pendidikan Islam sejak masa Nabi Muhammad sebenarnya sudah terancang dengan baik, hanya saja di kala itu belum menjadi semacam pendidikan formal, hal ini terbukti adanya beberapa media atau lembaga pendidikan yang diselenggarakan. Lembaga pendidikan tersebut merupakan suatu wadah berprosesnya suatu komponen pendidikan Islam yang sempurna. Adakalanya kelembagaan dalam masyarakat secara eksplisit membuktikan bahwa kuatnya tanggung jawab kultural dan edukatif masyarakat muslim dalam mempraktikan ajaran Islam. Berapa lembaga pendidikan yang sudah ada sejak zaman nabi Muhammad adalah sebagai berikut :
a.       Kuttab.
b.      Masjid.
c.       Majelis Muhadharah.
d.      Maktabah (Perpustakaan).
e.       Madrasah.
f.       Dan lembaga pendidikan lainnya.[4]

C.    Perbedaan Kuttab, Halaqah, dan Masjid
            Terdapat beberapa perbedaan antara Kuttab, Halaqah, dan Masjid yang bisa kita lihat dari beberapa penjelasan sebelumnya.
1.      Kuttab
a.       Tujuan pendidikannya :
Memberikan pengajaran membaca dan menulis.
b.      Materi yang diajarkan :
-          Berorientasi pelajarannya kepada Al-Quran, mengajari pelajaran berenang, mengendarai onta, memanah, kaligrafi, dan lain-lain.
-          Tempat belajar menulis warisan kebudayaan sastra pra-Islam.
c.       Metode pengajarannya :
Lisan, menghafal, dan menulis Halaqah
d.      Evaluasinya :
Menghafalkan materi yang sudah dijelaskan.
2.      Halaqah
a.       Tujuan pendidikannya :
-          Menciptakan sumber daya manusia yang mau berpikir kritis.
-          Menghidupkan khasanah keilmuan.
b.      Materi yang diajarkan :
Ilmu agama, filsafat, mengetahuan umum, dan ilmu politik (menyusun gerakan-gerakan perang).
c.       Metode pengajarannya :
Diskusi dan tanya jawab.
d.      Evaluasinya :
Aksi dakwah Islam.
3.      Masjid
a.       Tujuan pendidikannya :
Penyampaian wahyu.
b.      Materi yang diajarkan :
Al-Quran, tauhid, mengajarkan ilmu sosial, budaya, dan politik.
Latihan perang, dagang.
c.       Metode pengajarannya :
Ceramah, tabligh dan dakwah.
d.      Evaluasinya :
Hafalan dan mengaplikasian dalam kehidupan

D.    Masjid sebagai Lembaga Pendidikan Islam
            Semenjak berdirinya masjid di zaman Nabi Muhammad SAW masjid telah menjadi pusat kegiatan dan informasi berbagai masalah kehidupan kaum muslimin. Ia menjadi tempat bermusyawarah, tempat mengadili perkara, tempat menyampaikan penerangan agama dan informasi-informasi lainnya dan tempat menyelenggarakan pendidikan, baik bagi anak-anak maupun orang dewasa. Kemudian pada masa Khalifah Bani Umaiyah berkembang fungsinya sebagai tempat pengembangan  ilmu pengetahuan, terutama yang bersifat keagamaan. Para ulama mengajarkan ilmu di masjid, tetapi majlis khalifah berpindah ke masjid atau ke tempat tersendiri.[5]
            Ketika Nabi dan para sahabat hijrah ke Madinah, salah satu program pertama yang dilakukan nabi Muhammad adalah pembangunan masjid. Meskipun demikian, eksistensi kuttab sebagai lembaga pendidikan di Madinah tetap dimanfaatkan setelah hijrah ke Madinah. Bahkan materi dan penyajiannya lebih dikembangkan seiring dengan semakin banyaknya wahyu yang diterima Nabi.
            Dalam sejarah Islam, masjid yang pertama kali dibangun nabi Muhammad adalah masjid at-Taqwa di Quba pada jarak perjalanan kurang lebih 2 mil dari kota Madinah ketika nabi Muhammad berhijrah dari Mekkah. Nabi Muhammad membangun sebelah utara masjid Madinah dan amsjid al-Haram sebuah bangunan yang disebut as-suffah, untuk menjadi tempat tinggal orang-orang fakir miskin yang menuntut ilmu, yang akhirnya mereka dikenal dengan sebutan “ahli suffah”.
            Oleh sebab itu, masjid di masa perkembangan awal Islam, selain sebagai tempat ibadah berfunsi juga sebagai institusi pendidikan. Bahkan masjid juga diklaim sebagai lembaga ilmu pengetahuan yang tertua dalam Islam, sebab pembangunannya telah dimulai sejak zaman Nabi dan ia tersebar ke seluruh negeri Arab bersamaan dengan bertebarnya di berbagai pelosok negeri tersebut, dan di dalam masjid ini juga dimulai mengajarkan al-Quran dan dasar-dasar agama Islam pada masa Nabi, disamping fungsinya yang utama sebagai tempat untuk menunaikan shalat dan ibadah, fakta yang demikian kemudian juga melahirkan tesis bahwa masjid memiliki multifungsi merupakan jantung peradaban Islam yang pertama.
            Di masjid juga umat muslim mempelajari agama Islam bersama nabi Muhammad. Jika terdapat persoalan-persoalan diantara mereka tentang ajaran Islam, maka nabi Muhammad menjadi tumpuan pertanyaan mereka.[6]
            Pendidikan Islam yang berlangsung di amsjid adalah pendidikan yang unik karena memakai sistem halaqah (lingkaran). Sang syekh biasanya duduk didekat dinding atau pilar masjid, sementara siswanya duduk didepannya membentuk lingkaran dan lutut para peserta didik bersentuhan. Bila ditinjau lebih lanjut, bahwa sistem halaqah seperti demikian, adalah bentuk pendidikan yang tidak hanya menyentuh perkembangan dimensi intelektual akan tetapi lebih menyentuh dimensi emosional dan spiritual peserta didik. Kebiasaan dalam halaqah adalah siswa yang lebih tinggi pengetahuannya yang duduk dekat syekh. Siswa yang level pengetahuannya lebih rendah dengan sendirinya akan duduk lebih jauh, sementara berjuang lebih keras agar dapat mengubah posisinya dalam konfigurasi halaqah nya.[7]
            Masjid fungsi utamanya adalah untuk tempat shalat yang lima waktu ditambah dengan sekali seminggu dilaksanakan shalat Jumat dan dua kali stahun dilaksanakan shalta hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Selain masjid ada juga tempat ibadah yang disebut langgar, bentuknya kecil dari masjid dan digunakan hnaya untuk tempat shalat lima waktu, bukan untuk tempat shalat Jumat.
            Selain dari fungsi utama masjid dan langgar difungsikan juga untuk tempat pendidikan. Di tempat ini dilakukan pendidikan untuk orang dewasa maupun anak-anak. Pengajianyang dilakukan untuk orang dewasa adlah penyampaian-penyampaian ajaran Islam oleh mubaligh (al-ustadz, guru, kiai) kepada para jamaah dalam bidang yang berkenaan dengan akidah, ibadah dan akhlak.
            Sedangkan pengajian yang dilaksanakan ialah anak-anak berpusat kepada pengajian Al-Quran menitikberatkan kepada kemampuan membacanya dengan baik sesuai dengan kaidha-kaidah bacaan. Selain dari itu anak-anak juga diberi pendidikan keimanan ibadah dan akhlak. Keimanan bertumpu kepada rukun iman yang enam sedangkan ibadah dititikberatkan kepada pendidikan shalat. Adapun akhlak ditujukan kepada pembentukan akhlak yang mulia, dalam tingkah laku kesehariannya.[8]


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
            Pendidikan pada masa awal Islam masih bersifat nonformal. Masjid selain sebagai tempat shalat lima waktu, shalat Jumat, shalat Idul Fitri dan Idul Adha juga digunakan sebagai tempat belajar atau pusat pendidikan.
            Masjid menjadi tempat bermusyawarah, tempat mengadili perkara, tempat menyampaikan penerangan agama dan informasi-informasi lainnya dan tempat menyelenggarakan pendidikan, baik bagi anak-anak maupun orang dewasa.
           


Daftar Pustaka

Mortimer J., Adler. In Defense of the Philosophy of Education. Chicago: The University of Chicago Pres, 1962.
Djumransyah. Pendidikan Islam “Menggali Tradisi, Meneguhkan eksistensi”. Malang: Penerbit UIN-Malang Press, 2007.
Baharuddin, dkk. Dikotomi Pendidikan Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011.
Zuhairini. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1997.
Putra, Haidar. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2009.





[1] Adler, Mortimer J., In Defense of the Philosophy of Education (Chicago: The University of Chicago Pres, 1962), hlm. 209.
[2] Djumransyah, Pendidikan Islam “Menggali Tradisi, Meneguhkan eksistensi” (Malang: Penerbit UIN-Malang Press, 2007), hlm. 15.
[3] Ibid, hlm. 16.
[4] Baharuddin, Umiarso, dkk. Dikotomi Pendidikan Islam (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 209-210.
[5] Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), hlm. 99.
[6] Baharuddin, Umiarso, dkk. Dikotomi Pendidikan Islam (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 214-215.
[7]Ibid, hlm. 216.
[8] Haidar Putra, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 20-21.