twitter
rss

Tangis..
Butiran air itu tak pernah mampu ku bendung..
Entah mengapa ia mengalir begitu deras..
Menderas seiring gejolak yang terasa di dada..
Kenangan menyakitkan yang begitu banyak..
Ucapan-ucapan singkat namun menggores luka..
Semua menguak begitu saja..

Tangis..
Sesak.. Mendesak dihati..
Andai aku tahu dimana letak perasaan itu, maka tak ku biarkan ia merasa apa-apa..
Aku tak bisa mengatur ucapan mereka, maka ingin ku tutup telingaku sebelum mendengarnya..
Aku tak bisa mengatur perlakuan mereka, maka ingin terpejam sebelum melihat sikap mereka..
Sebelum perasaan merasakan rasa..
Dan air mengalir tangis..

Suamiku..
Tidak ada tempat terbaik selain kesendirian untukku..
Tapi berada disampingmu aku merasa tenang..
Aku terlalu berharap lebih bahwa kau juga bisa mengerti perasaan ku n tahu bagaimana menjaganya..
Kau begitu baik, sangaat baik..
Tapi apalah dayaku, perasaanku terlalu lembut..
Meski satu kata yang kau ucapkan, tapi perasaanku mampu hancur berkeping-keping..

Ketika aku mencoba menjelaskan,
Kau selalu bilang tetap tak mengerti..
Maka, saat itu, kesendirian tetap menjadi tempat terbaik bagiku..
Karena disana..
Aku tidak butuh orang lain mengerti..
Aku tidak perlu dimengerti..
Cukup aku yang tahu, cukup aku yang merasakan..
Dan tangis menjadi sebaik-baiknya teman..
Cukup hanya aku..
Tanpa pernah engkau tahu..

Temanggung, 11122016 11.29pm

Aku hamil.. Yah, finally I will be a mother.. Hari ini kehamilanku sudah masuk 10 minggu.. Yang ingin aku tuliskan disini adalah tentang perubahan psikis, emosi, n kebiasaan yang aku alami..

Awal aku merasa hamil adalah ketika hari-hariku terasa begitu melelahkan.. Sepertinya aku belum melakukan apapun, tapi rasanya aku baru saja lari maraton 10km.. Yah, karena begitu letihnya, begitu lemas, dan sangat tidak enak badan.. Yang ingin aku lakukan hanya tidur-tiduran n tidur-tiduran.. Berdiri sedikit lama membuat badanku ingin ambruk..

Hal itu membuat pergerakan ku yang tadinya begitu aktif menjadi sangat lambat.. Bahkan dalam melakukan pekerjaan ku sehari-hari pun aku menjadi malas n benar-benar tidak berselera.. Bahkan untuk berangkat mengajar pun aku tidak mau, harus ada drama setiap pagi.. Yaitu, menangis.. Lucu memang.. Tapi ya ini lah aku.. Aku juga bingung sendiri.. Hal ini terjadi dari satu bulan belakangan ini.. Hingga akhirnya suamiku memutuskan agar aku resign..

Aku berubah menjadi begitu manjaa.. Kebiasaan ngidam pun tak lepas dariku.. Ingin ini ingin itu , semua di'iya'kan, karena alhamdulillah nggak aneh-aneh.. Hanya pernah, ketika aku menginap di Muntilan paginya aku ingin sarapan soto "Pak Aris" yang ada di dekat kampus UIN Sunan Kalijaga.. Suamiku dengan tanpa mengeluh membawaku kesana dan aku makan dengan lahapnya..

Urusan pekerjaan rumah, aku hanya memegang masalah dapur, yang lainnya dipegang suamiku.. Sungguh, tidak pernah ku lihat laki-laki yang tangannya seenteng ia, yang tidak pernah gengsi melakukan semuanya untukku.. Bahkan masalah sandal saja dia membedakan aku harus memakai yang mana, agar aku tidak terpeleset.. Ketika ia ada didepan dg pekerjaannya, dan aku didapur, mendengar jeritanku sedikit saja dia langsung berlari menghampiriku, padahal hanya air yang terpercik.. Suamiku begitu peka, begitu hati-hati, n begitu menjagaku.. Alhamdulillah..

Sungguh, peran suami yang SIAGA sangat penting ketika seorang istri sedang hamil.. Apalagi kalau hamilnya rewel sepertiku.. Jadi, bukan hanya siaga, ia juga harus ekstra sabar dan ekstra ekstra sabar.. Hiihii.. Kadang aku berpikir kalau aku keterlaluan, tapi entah kenapa aku menjadi seperti ini.. Ingin berubah??? Jelas!!! Tapi sulit untuk sekarang..

Maka dari itu, kata-kata yang tidak pernah terlupakan, bahkan selalu aku ucapkan kepada suamiku adalah "Maaf" dan "Terima Kasih"..


Sudah hampir satu bulan aku berstatus ‘menikah’. Ya, akhirnya kami menikah. Hadiah terindah dari Allah itu kini benar-benar aku miliki. Setelah entah berapa liter air mata yang aku keluarkan untuk meredakan berbagai gejolak yang ada di hatiku untuk pernikahan ini. Dan itu semua, hanya Allah saja yang tahu. Perjalanan menuju gerbang pernikahan bukan lah hal yang mudah bagi kami.


Teringat ketika hari dimana kami akan mendaftarkan pernikahan kami ke kantor KUA. Pagi-pagi sekali ba’da sholat subuh eku mengendarai motorku menuju kota Yogyakarta. Aku menjemput calon suamiku di stasiun Tugu. Saat perjalanan pulang ke Temanggung, di dekat jembatan kali putih tiba-tiba badan kami berdua terpental dan terbaring di aspal. Satu yang aku lihat dan aku pikirkan, Aa ku dan pernikahanku. Seketika itu aku langsung berteriak memanggil namanya. Beruntung ia masih mampu berdiri dan menghampiriku yang tergeletak. Aku baru tersadar darah segar telah mengotori wajahnya yang tampan. Aku pun menangis. Beberapa jahitan harus tertanam di bibir dan dagunya. Wajahnya bengkak. Dan luka-luka di tangan kakinya. Lukaku, tidak aku rasakan lagi. Aku hanya memikirkannya. Akhirnya hari itu kami hanya menghabiskan waktu di klinik. Dan kejadian ini menjadi satu kenangan manis kami, kado dari Allah untuk kami agar senantiasa bersabar dan saling menjaga satu sama lain. J


Singkat cerita, hari yang dinantikan itu pun tiba. (Alhamdulillah luka-luka di wajah aa ku sudah sembuh hehe). Ijab qobul telah dilafadzkan dan saat itu juga kami telah sah menjadi sepasang suami dan istri. Pasangan yang akan menjalani sisa hidup bersama, sehidup dan semati. Yang mengharap sakinah mawadah dan rahmatNya. Aamiin. Proses agama, negara, serta adat telah kami lewati seharian. Lelah dan letih. Tapi malam itu kami berdua tertidur dengan penuh rasa syukur dan kebahagiaan.

Dan ternyata, pernikahan bukan lah akhir dari perjalanan itu, tapi pernikahan adalah awal dari perjalanan yang sesungguhnya. Rencana awal setelah menikah memang kami akan meniti karir di kota Jogja, tidak kembali lagi ke Lampung, tempat dimana kami dipertemukan. Biarlah pulau Sumatera menjadi saksi sejarah pertemuan kami. Tapi pulau Jawa tetap lah rumah kami. Tempat dimana cinta kami dipersatukan dalam ikatan pernikahan dan tempat dimana kami menjalani sisa hidup bersama.


Saat masih berada di Lampung suamiku memang sudah mendapat tawaran mengajar di salah satu lembaga pendidikan homeschooling di Yogyakarta. Akhinya memaksa kami mencari rumah untuk tempat kami berdua tinggal. Seminggu pertama sejak pindah ke rumah baru, aku 100% menjadi ibu RT, alias ibu rumah tangga. Memasak, membersihkan rumah, dan menyiapkan semua keperluan suamiku ketika akan berangkat kerja. Peranku sebagai seorang istri semuanya begitu aku nikmatii. Tapi ditinggal dirumah sendiri ketika suami kerja, membuatku bosan. Memang aku mengisi itu semua dengan belajar berbagai resep masakan, tapi aku juga ingin melihat dunia luar. Aku rindu mengajar.

Tak berapa lama, aku diterima di sebuah sekolah dimana aku akan kembali berbagi ilmu dengan anak-anak seperti yang aku rindukan. Sekolah baru, lingkungan baru, anak-anak baru, dan suasana baru. Jadwal baru dirumahku pun juga segera aku susun. Selain tugasku menjadi ‘ibu RT’ aku juga punya tugas menjadi seorang guru. Dan aku harus pandai mengatur waktuku agar semuanya berjalan dengan baik. Beruntung aku memiliki suami yang dengan senang hati membantuku mengerjakan perkerjaan rumah.

Tanpa aku minta suamiku setiap hari mau menyapu halaman kami yang lumayan luas dengan sampah daun yang begitu banyak, karena dihalaman rumah kami ada beberapa pohon rambutan yang besar. Ia juga dengan senang hati membuatkan ku segelas teh favoritku ketika pagi atau sore hari ketika aku masih mengerjakan pekerjaan yang lainnya. Bagi kami ini bukan lah tentang siapa yang berhak dan berkewajiban melakukannya, tapi bagi kami ini lah yang namanya pasangan. Pasangan yang kompak, saling membantu dan berkerja sama dengan ikhlas tanpa merasa direndahkan atau merendahkan. Sama persis seperti impianku dulu yang ingin memiliki sebuah keluarga dengan prinsip ‘friendship’. Ya, pernikahan adalah persahabatan yang paling indah.


Untuk suamiku tercinta, Hilman Firdaus. Terima kasih telah melakukan semuanya untuk neng. Terima kasih sudah dengan senang hati meringankan pekerjaan neng. Neng tahu sebenarnya ini lah bentuk dan bukti kecil dari rasa cinta aa yang begitu besar pada neng. Aa, yang neng tahu, tidak semua laki-laki mau melakukan ini untuk istrinya. Dan aa sudah melakukan yang terbaik untuk neng, untuk keluarga kita. Semoga Allah membalas semua rasa cinta aa ke neng dengan pahala, rezeki, serta keberkahan yang berlimpah. Sehat terus ya a, panjang umur. Kalau capek, bersandarlah dibahu neng, tidak usah memaksakan diri. Sekali lagi mari belajar bersama agar rumah tangga kita selalu harmonis dan romantis di jalanNya. I love you very very much suamikuu. J



Allah ku, terima kasih untuk hadiah terindah yang tak ternilai untukku ini. Terima kasih, ia benar-benar menjadi milikku sekarang. Bimbing kami, beri petunjuk langkah kami, dan bersamai kami selalu. Karena sakinah mawadah warahmah hanya berada padaMu. Aamiin.

Calon istriku tercinta,

Kau tahu betapa hidup dari sudut pandangku memiliki misteri-misteri yang tidak bisa dipecahkan dengan ilmu pengetahuan paling canggih sekalipun; bahwa hidup memiliki pertanyaan-pertanyaan yang tidak memiliki jawaban sehingga tidak perlu lagi dipertanyakan; bahwa dengan ada misteri itulah kehidupan menjadi benar-benar sebuah kehidupan.

Pun demikian ketika pada suatu hari aku mengatakan kepadamu: betapa aku tidak memikirkan sama sekali tentang pernikahan; betapa aku tidak mempunyai rencana apa-apa sehingga mungkin paling cepat dua tahun lagi baru memikirkan pernikahan.

Perasaaan, tak ubahnya kehidupan, tak bisa sembarangan diperkirakan ke mana arah berjalannya, dan dengan demikian tidak diketahui juga tujuannya. Sama seperti aku yang tidak tahu bahwa sepekan berselang setelah mengatakan semua itu padamu, aku justru mengungkapkan rencana untuk menikahimu.

Teori apapun yang aku katakan kepadamu sepekan sebelumnya runtuh tak bersisa, bertekuk lutut dibawah kaki perasaan: sebagaimana Pascal pernah berkata, "hati memiliki pikirannya sendiri yang tidak bisa dimengerti oleh akal". Ketika pertimbangan akal mengatakan aku belum siap, ketika perhitungan matematis-ekonomis aku belum mapan, ketika traumatis-psikologis menakut-nakuti; perasaanku mengatakan, " bukan tentang siap atau tidak siap, mapan atau tidak mapan, takut atau berani: menikah adalah tentang waktu; ketika sudah waktunya, apapun yang terjadi, kau pasti akan menikah."

Aku membuang jauh-jauh semua teori tentang pernikahan: tentang kemapanan, tentang kedewasaan, tentang perawatan diri, tentang pesta, tentang tamu undangan, tentang panggung, tentanvlg bulan madu, tentang kehidupan pasca pernikahan. Sebagai orang yang memandanga hidup penuh dengan ketidakpastian, aku tidak pernah benar-benar memikirkan apa yang akan terjadi di depan nanti. Semua bisa terjadi, dan aku hanya perlu menyerahkan diriku pada kehidupan.

Dan bahkan di setiap kepastian hidup selalu ada yang pasti: bahwa aku menyayangimu sepenuh hatiku. Meskipun mungkin kelak aku akan selalu merepotkanmu dengan kebiasaan-kebiasaan yang kurang elegan: mandi sehari sekali, baju yang tidak pernah disetrika, rambut yang tidak disisir, wajah yang kusut, penampilan yang tidak pernah rapi. Aku jarang menghabiskan banyak waktu untuk merawat diri karena bagiku itu adalah hal kesekian yang perlu aku pikirkan.

Aku juga mungkin akan merepotkanmu dengan isi pikiranku yang seringkali bertentangan dengan kaidah umum: pesimisme akut, sinisme kronis, asosial stadium empat; yang kesemuanya itu menghambat perkembanganku sendiri. Padahal di sisi yang berseberangan, kau, calon istriku, adalah orang yang selalu penuh semangat, penuh optimisme, tidak canggung untuk melebur bersama orang-orang baru. Bahwa kau selalu mengatakan aku ini orang hebat, aku tidak sepenuhnya percaya; tetapi ketika kau mengatakan bahwa kau mencintaiku, aku bisa melihatnya dengan jelas dimataku.

Aku ingat tempo hari kau pernah menulis: "berangkat dari masing-masing pelarian, akhirnya Allah mempertemukan kami untuk saling menjadi tempat pulang dan kembali." Sebentar lagi kau akan menjadi tempatku pulang, pun demikian dengan aku yang akan mnejadi tujuanmu kembali. Dan sekarang, dengan semakin siapnya kita untuk maju ke pelaminan, aku ingin mengatakan ini padamu: kita berdua akan menakhlukan dunia bersama-sama sebagai pasangan suami istri terhebat. Itulah janjiku. Aku tidak peduli kata-kataku berlebihan, karena aku percaya apapun bisa kita lakukan selama kita bisa melakukannya bersama-sama.

Sementara persiapan kita menuju pelaminan semakin mendekat, biarkanlah aku mempersiapkan persembahan khusus yang akan aku sampaikan kepadamu di malam pertama kita sebagai suami istri nanti: Hafalan Al-Qur'an 3 juz. Sedikit, memang. Tapi ini lebih baik daripada meminangmu hanya dengan 'bissmillah'.

Semoga kita berbahagia.

Calon suamimu tercinta,
Hilman Firdaus



Di gerbong 8 kereta Krakatau yang membawaku pergi jauh dari kekecewaan pada keadaan. Akhir September 2015, aku duduk sendiri memangku tas ranselku sambil terus memeluknya. Sehari semalam perjalanan Yogyakarta-Lampung sama sekali tidak membuat mataku berat dan mengantuk. Begitupun dengan perjalanan-perjalananku sebelumnya. Sejauh mana pun kaki ku melangkah, aku tidak akan bisa tertidur di perjalanan.

Tapi aku heran dengan perjalanan pulangku pertengahan Februari kemarin. Sepanjang perjalanan pulang kerumah dan kembali lagi ke Lampung, aku selalu tertidur pulas. Aku tidak tahu penjelasannya seperti apa, tapi yang aku tahu adalah diperjalanan aku sudah tidak sendiri lagi.. Sekarang sudah ada seseorang yang selalu ada disampingku, menjagaku saat bangun dan tidurku. Ada dia yang pundaknya selalu tersedia menjadi tempatku membaringkan kepala. Ya, dia, calon suamiku, Hilman Firdaus.

Mengingat kata 'calon suami' terkadang masih tidak bisa ku percaya, aku memilikinya sekarang. Saat aku terbangun dari tidurku setiap pagi, yang pertama aku pikirkan adalah "benarkah sekarang aku sudah memiliki calon suami dan sebentar lagi aku akan jadi pengantin". Dan ketika aku membaca pesannya setiap pagi ketika aku bangun tidur, aku percaya bahwa ini bukan lah mimpi.

Setiap perjalanan panjangku selama ini, yang tidak pernah mampu tertidur, adalah refleksi dari bentuk penantianku akan hadirnya " teman". Dan sekarang, penantianku telah berakhir. Setiap perjalananku sekarang menjadi perjalanan yang begitu singkat. Karena ada kamu di sisiku sayang.

Terima kasih telah mengisi kehidupanku. Terima kasih telah menjadi penjaga dalam lelapku. Terima kasih telah menyayangiku. Dan terima kasih karena telah menjadikanku calon pengantinmu.

Lampung Timur, 28 Maret 2016

Kesibukan dan rutinitas serta jam kerja yang seakan tidak pernah memberi ruang untuk aku bernafas membuat darah ku selalu naik. Apalagi seminggu belakangan ini. Ada saja hal yang membuatku emosi dan meradang. Sampai suatu ketika, orang yang paling aku cintai menjadi sasaran amarahku. Jahat sekali memang kalau aku mengingat hal itu. Tapi aku sudah terlanjur khilaf. Aku tumpahkan semua kekesalan dan kemarahanku dengan mengomel. Kesal sebel mangkel menjadi satu.

Tapi ada satu hal yang membuatku tambah marah saat itu. Ketika aku mengomel padanya, ia malah memandangku dengan dua tangan berpangku dagu sambil senyum-senyum tenang. Entah apa yang membuat ia malah bersikap begitu, padahal hatiku sudah mendidih. Dan dengan santainya ia mengalihkan pembicaraan yang membuatku lupa akan semua emosiku. Kalau aku ingat saat itu, ingin rasanya tertawa jengkel. Begitu mudahnya ia meredam amarahku dengan hal yang tidak pernah aku mengerti.

Sikapnya yang selalu tenang menghadapiku yang begitu berapi-api kadang membuatku begitu merasa beruntung, aku menemukan seseorang yang cocok melengkapi kekuranganku. Sikapmu yang lembut dan sabar melengkapi ku yang keras n tidak sabaran. Dan sikap-sikapmu yang begitu manis, hal-hal kecil yang aku rasa begitu romantis, begitu sempurna kau berikan padaku.

Cokelat yang setiap bulan ku temukan di loker ku, dari mu, selalu sayang untuk ku habiskan. Bahkan bunga kecil, pena, buku, dan semua yang kau berikan untukku, apalagi cincin pertunangan kita, tidak pernah ingin ku sia-siakan begitu saja. Ingin aku simpan, agar menjadi saksi bisu perjalanan awal kita yang begitu manis.

Hal-hal kecil. Yang tidak pernah ku sangka menjadi sesuatu yang begitu romantis darimu membuatku selalu jatuh cinta setiap hari. Everyday I'm falling in love with you. Tetaplah sabar menghadapiku, jangan lelah mendampingiku, jangan letih membimbingku.

Dan tentang mimpiku, mimpimu, mimpi kita, terima kasih karena sudah berniat mewujudkannya. Baru melihat semangatmu sajaa aku sudah bahagia. Teruslah bersemangat mewujudkannya. Sebagai calon istrimu, doa-doa terbaik selalu ku panjatkan untukmu, calon suamiku. 

Terima kasih untuk cintamu, kasih sayangmu, niat baikmu, perhatianmu, pujianmu, kejujuranmu, kesabaranmu. Thank you for everything to me my dear. I always falling in love with you.


Lampung Timur, 16 Maret 2016

Jodoh.. Satu kata yang selalu menjadi pertanyaan, selalu menjadi misteri, dan tak pernah lelah untuk dinanti.. Tidak ada satu pun yang mampu mendefinikan konsep jodoh itu sendiri seperti apa.. Karena jodoh memang benar-benar sebuah rahasia terbesarNya, layaknya kematian dan rezeki, hanya Dia lah yang tahu kapan datangnya..

Seperti aku, semakin aku mencari maka semakin tak ku temukan ia.. Semakin aku berusaha maka semakin tak ku dapatkan ia.. Dan saat semua usaha n ikhtiar telah ku lakukan, meski tetap berujung kecewa n hanya mampu berserah, ternyata disana tangan Tuhan sedang bekerja..

Ternyata Allah sudah mempersiapkan seseorang yang terbaik untuk dianugerahkan disaat yang tepat n waktu yang tepat.. Dan saat terbaik itu hanya Allah yang tahu kapan..

Teringat pertama kali aku berdoa memohon jodoh adalah ketika usiaku 21 tahun.. Sejak tahun 2013 itu lah setiap hari dalam sujudku selalu ku mintakan jodoh yang terbaik.. Dan di tahun ini, 2016 alhamdulillah Allah memberi jawaban terindahnya..

Seseorang yang begitu pemberani mengkhitbahku, disaksikan masing-masing orang tua dan keluarga besarku ia mengikatku dengan sebuah cincin yang begitu manis di jemariku, tanda bahwa ia sebentar lagi akan memilikiku seutuhnya..

Terima kasih kekasihku, calon suamiku, Hilman Firdaus atas tanggung jawab besar yang telah kau usung atas namaku.. Aku begitu bersyukur bertemu denganmu.. Dan kau lah jawaban atas segala doa-doaku selama ini.. Meski terlihat kebetulan, tapi tetap, bahkan kebetulan yang paling kebetulan sekalipun itu adalah rencana Allah..

Lampung Timur, 22022016

Hujan turun menjumpai bumi di sore yang nyaman ini. Tak ada aktivitas, tak ada kesibukan, I'm free. Jarang-jarang memang ku dapatkan suasana seperti ini. Apalagi sebulan terakhir ini. Everyday is teaching, writing, n meeting. No holiday. So, Alhamdulillah.

Sambil menikmati dinginnya masker yang menyelimuti wajahku saat ini, aku tak berhenti memikirkan hari Minggu yang akan datang sebentar lagi. Ya, Minggu depan aku akan pulang. Pulang yang bukan sekedar pulang, tapi kepulangan yang akan mengubah status single ku selama ini.

Dia, seseorang yang tidak pernah ku duga, seseorang yang tidak pernah terbayangkan, seseorang yang tidak pernah ku pikirkan dan seseorang yang tidak pernah aku rencanakan sebelumnya. Dia, yang aku sebut kejutan dan hadiah terindah dariNya. Jawaban dari seluruh doa-doa ku selama ini. Dia datang begitu saja, mengubah hariku yang mendung menjadi cerah, hariku yang hujan menjadi warna pelangi, mengubah malamku yang gelap merona penuh bintang-bintang.

Keberaniannya, tekad dan kesungguhannya menawarkan diri menjadi partner perjalananku, teman hidupku, dan imam dalam setiap sujudku, membuat bibir ku kelu. Sampai saat ini pun kadang aku masih belum percaya akan secepat ini dipertemukan dengannya. Nikmat Tuhanmu mana lagi kah yang kau dustakan. Ayat ini selalu terngiang-ngiang dihati dan pikiranku.

Di bawah langit dan diatas bumi Lampung ini lah Allah mempertemukan kami. Berangkat dari masing-masing pelarian, akhirnya Allah mempertemukan kami untuk saling menjadi tempat untuk pulang dan kembali. Kesendirian n kesepianku selama ini hilang karena canda dan tawanya. Keresahan, kegalauan, dan kekhawatiranku selama ini luruh karena kepastian darinya. Kekosonganku menjadi terisi karena kehadirannya.

Minggu depan Insya Allah dia akan memintaku pada orang tuaku, dia akan melamarku. Sebuah hari yang diimpikan setiap wanita didunia. Eh tapi lamaran secara personal belum pernah dia utarakan lhooo. Cuma bilang mau ketemu orang tua dan melamar. Tapi kan aku juga memimpikan lamaran yang romantiisss. Hiihii..

But, I'm so happy. Realy realy happy. Finaly, "two is better than one", is true.

Selamat menanti hari Minggu. Bye bye Lampung. Meninggalkan sejenak kesibukan dan pekerjaan, untuk sebuah pertemuan perencanaan masa depan.

Lampung, 7 Februari 2016
>Kartika D. Astuti<