Di Indonesia Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia
untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu
negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu
kepada setiap warganya tanpa terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan
dalam kemampuan (difabel) seperti yang tertuang pada UUD 1945 pasal 31 (1).
Namun sayangnya
sistem pendidikan di Indonesia belum mengakomodasi keberagaman, sehingga
menyebabkan munculnya segmentasi lembaga pendidikan yang berdasar pada
perbedaan agama, etnis, dan bahkan perbedaan kemampuan baik fisik maupun mental
yang dimiliki oleh siswa. Jelas segmentasi lembaga pendidikan ini telah
menghambat para siswa untuk dapat belajar menghormati realitas keberagaman
dalam masyarakat. Selama ini anak – anak yang memiliki perbedaan kemampuan
(difabel) disediakan fasilitas pendidikan khusus disesuaikan dengan derajat dan
jenis difabelnya yang disebut dengan Sekolah Luar Biasa (SLB).
Secara tidak
disadari sistem pendidikan SLB telah membangun tembok eksklusifisme bagi anak –
anak yang berkebutuhan khusus. Tembok eksklusifisme tersebut selama ini tidak
disadari telah menghambat proses saling mengenal antara anak – anak difabel
dengan anak – anak non-difabel. Akibatnya masyarakat menjadi tidak akrab dengan
kehidupan kelompok difabel. Sementara kelompok difabel sendiri merasa
keberadaannya bukan menjadi bagian yang integral dari kehidupan masyarakat di
sekitarnya.