twitter
rss


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Pendidikan sesungguhnya adalah transformasi budaya, sehingga persoalan budaya dan karakter bangsa yang kurang baik akan menjadi sorotan tajam masyarakat terhadap pelaksanaan pendidikan di setiap satuan pendidikan. Sorotan itu mengenai berbagai aspek kehidupan, tertuang dalam berbagai tulisan di media cetak, wawancara, dialog, dan gelar wicara di media elektronik.
            Persoalan yang muncul di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan, perkelahian massa, kehidupan ekonomi yang konsumtif, kehidupn politik yang tidak produktif, dan sebagainya menjadi topik pembahasan hangat di media massa, seminar, dan di berbagai kesempatan. Berbagai alternatif penyelesaian diajukan seperti peraturan, undang-undang, peningkatan upaya pelaksanaan dan penerapan hukum yang lebih kuat.
            Alternatif lain yang banyak dikemukakan untuk mengatasi, paling tidak mengurangi, masalah budaya dan karakter bangsa yang dibicarakan itu adalah pendidikan. Pendidikan dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif  karena pendidikan membangun generasi baru bangsa yang lebih baik. Sebagai alternatif yang bersifat preventif, pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah budaya dan karakter bangsa, mengapa tidak karena pendidikan sesungguhnya adalah transformasi budaya.
            Kurikulum adalah jantungnya pendidikan (curriculum is the heart of education). Oleh karena itu, sudah seharusnya kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), saat ini, memberikan perhatian yang lebih besar pada pendidikan budaya dan karakter bangsa dibandingkan kurikulum masa sebelumnya.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa.
      Pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik. Pendidikan adalah juga suatu usaha masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik di masa depan. Keberlangsungan itu ditandai oleh pewarisan budaya dan karakter yang telah dimiliki masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, pendidikan adalah proses pewarisan budaya dan karakter bangsa bagi generasi muda dan juga proses pengembangan budaya dan karakter bangsa untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa di masa mendatang.
      Budaya diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma dan keyakinan (belief) manusia yang dihasilkan masyarakat. Sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan itu adalah hasil dari interaksi manusia dengan sesamanya dan lingkungan alamnya yang kemudian digunakan dalam kehidupan manusia dan menghasilkan sistem sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan, sistem pengetahuan, teknologi, seni, dan sebagainya. 
      Pendidikan merupakan upaya terencana dalam mengembangkan potensi peserta didik, sehingga mereka memiliki sistem berpikir, nilai, moral, dan keyakinan yang diwariskan masyarakatnya dan mengembangkan warisan tersebut ke arah yang sesuai untuk kehidupan masa kini dan masa mendatang.
      Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakininya dan digunakannya sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain.
      Lingkungan sosial dan budaya bangsa adalah Pancasila, jadi pendidikan budaya dan karakter bangsa haruslah berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain, mendidik budaya dan karakter bangsa adalah mengembangkan nilai-nilai Pancasila pada diri peserta didik melalui pendidikan hati, otak, dan fisik.
     
B.     Fungsi Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
      Fungsi daripada pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah sebagai :
a.       Pengembangan.
Pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi perilaku yang baik bagi peserta didik yang telah memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa.
b.      Perbaikan.
Memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggungjawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat.
c.       Penyaring.
Untuk menyaring budaya-budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.

C.    Tujuan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
      Tujuan daripada pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah :
a.       Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.
b.      Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius.
c.       Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggungjawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa.
d.      Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan.
e.       Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).

D.    Nilai-nilai dalam Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
      Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari sumber-sumber  berikut ini :
1.      Agama: masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.
2.      Pancasila: negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negara.
3.      Budaya: sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat itu. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.
4.      Tujuan Pendidikan Nasional: sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.

E.     Kedudukan Kurikulum dalam Pendidikan
      Sistem pendidikan harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi di tingkat lokal, nasional, maupun global. Salah satu komponen penting dari pendidikan adalah kurikulum, karena merupakan omponen yang dijadikan acuan pada satuan pendidikan.[1] Untuk kepentingan itu, kurikulum harus dirancang secara terpadu sesuai dengan aspek-aspek tersebut diatas guna mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.
      Dilihat dari kedudukan dan fungsinya, kurikulum merupakan sebuah rancangan kegiatan belajar peserta didik yang terdiri dari tujuan, bahan ajar, metode, alat, dan penilaian yang saling terkait dan saling memengaruhi.[2] Untuk itu, dalam implementasinya guru dituntut mampu merencanakan pelaksanaan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran.[3] Perencanaan pengembangan kurikulum tersebut harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, karena fungsi pendidikan adalah untuk melayani kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, kekurangpahaman guru terhadap kurikulum bisa berakibat fatal terhadap hasil pembelajaran.
F.     Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
      Kurikulum KTSP merupakan kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan dan digunakan sebagai acuan pembelajaran disekolah.[4] Pemberlakuannya merupakan upaya menyempurnakan kurikulum yang diharapkan lebih familiar dengan guru, karena mereka banyak dilibatkan langsung dalam pengembangan kurikulum, sehingga memiliki tanggung jawab yang memadai dalam melayani masyarakat.
      Mengingat penyusunan kurikulum KTSP diserahkan kepada satuan pendidikan, maka dapat diasumsikan bahwa guru, kepala sekolah, dan komite sekolah harus bekerja sama secara sinergis, karena mereka terlibat secara langsung dalam proses penyusunannya. Dengan demikian, guru sebagai pelaksana kurikulum dalam pembelajaran dan penilaian di kelas paham betul apa yang harus dilakukan terkait dengan kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan yang terjadi disekolah.

G.    Prinsip dan Pendekatan Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
      Guru dan sekolah perlu mengintegrasikan nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Berikut prinsip-prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa :
1.      Berkelanjutan: mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa merupakan sebuah proses panjang, dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan.
2.      Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah; mensyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan dalam setiap kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler.
3.      Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan; Materi pelajaran biasa digunakan sebagai bahan atau media untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Oleh karena itu, guru tidak perlu mengubah pokok bahasan yang sudah ada, tetapi menggunakan materi pokok bahasan itu untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.
4.      Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan; prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan oleh peserta didik bukan oleh guru. Guru menerapkan prinsip ”tut wuri handayani” dalam setiap perilaku yang ditunjukkan peserta didik. Prinsip ini juga menyatakan bahwa proses pendidikan dilakukan dalam suasana belajar yang menimbulkan rasa senang dan tidak indoktrinatif.

H.    Model Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
      Pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan oleh kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan (konselor) secara bersama-sama sebagai suatu komunitas pendidik dan diterapkan ke dalam kurikulum melalui hal-hal berikut ini :
1.      Program Pengembangan Diri.
Perencanaan dan pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui pengintegrasian ke dalam kegiatan sehari-hari sekolah yaitu melalui hal-hal berikut :
a.       Kegiatan rutin sekolah.
Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat. Contoh kegiatan ini adalah upacara pada hari besar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan (kuku, telinga, rambut, dan lain-lain).
b.      Kegiatan spontan.
Kegiatan spontan yaitu kegiatan yang dilakukan secara spontan pada saat itu juga. Apabila guru mengetahui adanya perilaku dan sikap yang kurang baik maka pada saat itu juga guru harus melakukan koreksi sehingga peserta didik tidak akan melakukan tindakan yang tidak baik itu. Contoh kegiatan itu: membuang sampah tidak pada tempatnya, berteriak-teriak sehingga mengganggu pihak lain, berkelahi, memalak, berlaku tidak sopan, mencuri, berpakaian tidak senonoh.
c.       Keteladanan.
Keteladanan adalah perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan yang lain dalam memberikan contoh terhadap tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik untuk mencontohnya. Jika guru dan tenaga kependidikan yang lain menghendaki agar peserta didik berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa maka guru dan tenaga kependidikan yang lain adalah orang yang pertama dan utama memberikan contoh berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai itu. Misalnya, berpakaian rapi, datang tepat pada waktunya, bekerja keras, bertutur kata sopan, kasih sayang, perhatian terhadap peserta didik, jujur, menjaga kebersihan.
d.      Pengkondisian
Untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa maka sekolah harus dikondisikan sebagai pendukung kegiatan itu. Sekolah harus mencerminkan kehidupan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang diinginkan. Misalnya, toilet yang selalu bersih, bak sampah ada di berbagai tempat dan selalu dibersihkan, sekolah terlihat rapi dan alat belajar ditempatkan teratur.
2.      Pengembangan Proses Pembelajaran.
Pembelajaran pendidikan budaya dan karakter bangsa menggunakan pendekatan proses belajar peserta didik secara aktif dan berpusat pada anak, dilakukan melalui berbagai kegiatan di kelas, sekolah, dan masyarakat.
a.       Kelas, melalui proses belajar setiap mata pelajaran atau kegiatan yang dirancang sedemikian rupa. Setiap kegiatan belajar mengembangkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Oleh karena itu, tidak selalu diperlukan kegiatan belajar khusus untuk mengembangkan nilai-nilai pada pendidikan budaya dan karakter bangsa. Meskipun demikian, untuk pengembangan nilai-nilai tertentu seperti kerja keras, jujur, toleransi, disiplin, mandiri, semangat kebangsaan, cinta tanah air, dan gemar membaca dapat melalui kegiatan belajar yang biasa dilakukan guru.
b.      Sekolah, melalui berbagai kegiatan sekolah yang diikuti seluruh peserta didik, guru, kepala sekolah,  dan tenaga administrasi di sekolah itu, direncanakan sejak awal tahun pelajaran, dimasukkan ke Kalender Akademik dan yang dilakukan sehari-hari sebagai bagian dari budaya sekolah. Contoh kegiatan yang dapat dimasukkan ke dalam program sekolah adalah lomba vocal group antarkelas tentang lagu-lagu bertema cinta tanah air, pagelaran seni, lomba pidato bertema budaya dan karakter bangsa, pagelaran bertema budaya dan karakter bangsa.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
            Pengembangan Pendidikan budaya dan karakter bangsa, tidak dibuat dalam bentuk mata pelajaran tersendiri tetapi cukup dengan memberikan penguatan pada masing-masing mata pelajaran yang selama ini dinilai sudah mulai kendur. Dalam hal harus juga dikembangkan kultur sekolah dan prilaku warga sekolah melalui pembiasaan-pembiasaan di lingkungan sekolah.
            Kurikulum saat ini memang sudah memasukkan pendidikan budaya dan karakter bangsa. Namun, yang lebih dikedepankan adalah materi bahan ajar ketimbang memadukan dengan nilai-nilai budaya yang sesungguhnya bisa diterapkan secara bersamaan.
            Adalah hal yang mudah untuk dirancang tatapi sulit diimplementasikan apabila pendidikan budaya dan karakter bangsa tidak diimbangi dengan komitmen setiap warga sekolah dan masyarakat/lingkungan untuk mewujudkannya. Karena bagaimanapun juga pendidikan yang berkaitan dengan nilai-nilai dan budaya sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan prilaku warga sekolah.
            Dalam perancangan Implementasi Pendidikan budaya dan Karakter Bangsa di Satuan Pendidikan model pengembangan KTSP dan Program Sekolah melalui analisis konteks sudahlah mencukupi untuk digunakan dengan beberapa modifikasi. Hal yang paling utama adalah bagaimana kemudian apa yang sudah direncanakan dapat diimplementasikan dengan baik.





Daftar Pustaka

Mulyasa, E. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Bandung: Remaja Rosda Karya, 2007.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standart Nasional Pendidikan
Sudjana, Nana. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru, 1991.
Raharjo, Rahmat. Inovasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Yogyakarta: Magnum Pustaka, 2010.
Muhaimin. Pengembangan Kurikulum Agama Islam. Jakarta:  PT RajaGrafindo Persada, 2007.


[1] E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 4.
[2] Nana Sudjana, Dasar-dasar Prose Belajar Mengajar (Bandung: Sinar Baru 1989), hlm. 30.
[3] Lihat Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 20 butir (a).
[4] Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005, pasal 1:15.

0 komentar: