BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan
sesungguhnya adalah transformasi budaya, sehingga persoalan budaya dan karakter
bangsa yang kurang baik akan menjadi sorotan tajam masyarakat terhadap
pelaksanaan pendidikan di setiap satuan pendidikan. Sorotan itu mengenai
berbagai aspek kehidupan, tertuang dalam berbagai tulisan di media cetak,
wawancara, dialog, dan gelar wicara di media elektronik.
Persoalan yang muncul
di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan,
perkelahian massa, kehidupan ekonomi yang konsumtif, kehidupn politik yang
tidak produktif, dan sebagainya menjadi topik pembahasan hangat di media massa,
seminar, dan di berbagai kesempatan. Berbagai alternatif penyelesaian diajukan
seperti peraturan, undang-undang, peningkatan upaya pelaksanaan dan penerapan
hukum yang lebih kuat.
Alternatif lain
yang banyak dikemukakan untuk mengatasi, paling tidak mengurangi, masalah
budaya dan karakter bangsa yang dibicarakan itu adalah pendidikan. Pendidikan
dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif karena pendidikan membangun generasi baru
bangsa yang lebih baik. Sebagai alternatif yang bersifat preventif, pendidikan
diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai
aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah budaya
dan karakter bangsa, mengapa tidak karena pendidikan sesungguhnya adalah
transformasi budaya.
Kurikulum adalah
jantungnya pendidikan (curriculum is the heart of education). Oleh karena itu,
sudah seharusnya kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), saat ini,
memberikan perhatian yang lebih besar pada pendidikan budaya dan karakter
bangsa dibandingkan kurikulum masa sebelumnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa.
Pendidikan adalah suatu usaha yang sadar
dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik. Pendidikan adalah
juga suatu usaha masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan generasi mudanya
bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik di masa
depan. Keberlangsungan itu ditandai oleh pewarisan budaya dan karakter yang
telah dimiliki masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, pendidikan adalah proses
pewarisan budaya dan karakter bangsa bagi generasi muda dan juga proses
pengembangan budaya dan karakter bangsa untuk peningkatan kualitas kehidupan
masyarakat dan bangsa di masa mendatang.
Budaya diartikan sebagai keseluruhan
sistem berpikir, nilai, moral, norma dan keyakinan (belief) manusia yang
dihasilkan masyarakat. Sistem
berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan itu adalah hasil dari interaksi
manusia dengan sesamanya dan lingkungan alamnya yang kemudian digunakan dalam
kehidupan manusia dan menghasilkan sistem sosial, sistem ekonomi, sistem
kepercayaan, sistem pengetahuan, teknologi, seni, dan sebagainya.
Pendidikan merupakan upaya terencana dalam
mengembangkan potensi peserta didik, sehingga mereka memiliki sistem berpikir,
nilai, moral, dan keyakinan yang diwariskan masyarakatnya dan mengembangkan
warisan tersebut ke arah yang sesuai untuk kehidupan masa kini dan masa
mendatang.
Karakter adalah watak, tabiat, akhlak,
atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai
kebajikan (virtues) yang diyakininya dan digunakannya sebagai landasan untuk
cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah
nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan
hormat kepada orang lain.
Lingkungan sosial dan budaya bangsa adalah
Pancasila, jadi pendidikan budaya dan karakter bangsa haruslah berdasarkan
nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain, mendidik budaya dan karakter bangsa
adalah mengembangkan nilai-nilai Pancasila pada diri peserta didik melalui
pendidikan hati, otak, dan fisik.
B.
Fungsi Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Fungsi daripada pendidikan budaya dan
karakter bangsa adalah sebagai :
a.
Pengembangan.
Pengembangan
potensi peserta didik untuk menjadi perilaku yang baik bagi peserta didik yang
telah memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa.
b.
Perbaikan.
Memperkuat
kiprah pendidikan nasional untuk bertanggungjawab dalam pengembangan potensi
peserta didik yang lebih bermartabat.
c.
Penyaring.
Untuk
menyaring budaya-budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai
dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.
C.
Tujuan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Tujuan daripada pendidikan budaya dan
karakter bangsa adalah :
a.
Mengembangkan
potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warganegara yang
memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.
b.
Mengembangkan
kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan
nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius.
c.
Menanamkan
jiwa kepemimpinan dan tanggungjawab peserta didik sebagai generasi penerus
bangsa.
d.
Mengembangkan
kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan
kebangsaan.
e.
Mengembangkan
lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh
kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan
penuh kekuatan (dignity).
D.
Nilai-nilai dalam Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Nilai-nilai yang dikembangkan dalam
pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari sumber-sumber berikut ini :
1.
Agama: masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu,
kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama
dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada
nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka
nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada
nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.
2.
Pancasila: negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip
kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada
Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat
dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi
nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan,
budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan
peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang
memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam
kehidupannya sebagai warga negara.
3.
Budaya: sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup
bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui
masyarakat itu. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat
mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter
bangsa.
4.
Tujuan
Pendidikan Nasional: sebagai
rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara Indonesia,
dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur.
Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus
dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional
adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan
karakter bangsa.
E.
Kedudukan Kurikulum dalam Pendidikan
Sistem pendidikan harus dikembangkan
sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi di tingkat lokal,
nasional, maupun global. Salah satu komponen penting dari pendidikan adalah
kurikulum, karena merupakan omponen yang dijadikan acuan pada satuan pendidikan.[1]
Untuk kepentingan itu, kurikulum harus dirancang secara terpadu sesuai dengan
aspek-aspek tersebut diatas guna mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.
Dilihat dari kedudukan dan fungsinya,
kurikulum merupakan sebuah rancangan kegiatan belajar peserta didik yang
terdiri dari tujuan, bahan ajar, metode, alat, dan penilaian yang saling
terkait dan saling memengaruhi.[2]
Untuk itu, dalam implementasinya guru dituntut mampu merencanakan pelaksanaan
pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan
mengevaluasi hasil pembelajaran.[3]
Perencanaan pengembangan kurikulum tersebut harus disesuaikan dengan kebutuhan
masyarakat, karena fungsi pendidikan adalah untuk melayani kebutuhan
masyarakat. Oleh karena itu, kekurangpahaman guru terhadap kurikulum bisa
berakibat fatal terhadap hasil pembelajaran.
F.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Kurikulum KTSP merupakan kurikulum
operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan
dan digunakan sebagai acuan pembelajaran disekolah.[4]
Pemberlakuannya merupakan upaya menyempurnakan kurikulum yang diharapkan lebih
familiar dengan guru, karena mereka banyak dilibatkan langsung dalam
pengembangan kurikulum, sehingga memiliki tanggung jawab yang memadai dalam
melayani masyarakat.
Mengingat penyusunan kurikulum KTSP
diserahkan kepada satuan pendidikan, maka dapat diasumsikan bahwa guru, kepala
sekolah, dan komite sekolah harus bekerja sama secara sinergis, karena mereka
terlibat secara langsung dalam proses penyusunannya. Dengan demikian, guru
sebagai pelaksana kurikulum dalam pembelajaran dan penilaian di kelas paham
betul apa yang harus dilakukan terkait dengan kekuatan, kelemahan, peluang, dan
tantangan yang terjadi disekolah.
G.
Prinsip dan Pendekatan Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter
Bangsa
Guru dan sekolah perlu mengintegrasikan
nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa ke
dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Berikut prinsip-prinsip yang
digunakan dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa :
1.
Berkelanjutan:
mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter
bangsa merupakan sebuah proses panjang, dimulai dari awal peserta didik masuk
sampai selesai dari suatu satuan pendidikan.
2.
Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah; mensyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan
karakter bangsa dilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan dalam setiap
kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler.
3.
Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan; Materi
pelajaran biasa digunakan sebagai bahan atau media untuk mengembangkan
nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Oleh karena itu, guru tidak perlu
mengubah pokok bahasan yang sudah ada, tetapi menggunakan materi pokok bahasan
itu untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.
4.
Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan
menyenangkan; prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan nilai budaya dan
karakter bangsa dilakukan oleh peserta didik bukan oleh guru. Guru menerapkan
prinsip ”tut wuri handayani” dalam setiap perilaku yang ditunjukkan peserta
didik. Prinsip ini juga menyatakan bahwa proses pendidikan dilakukan dalam
suasana belajar yang menimbulkan rasa senang dan tidak indoktrinatif.
H.
Model Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Pendidikan budaya dan karakter bangsa
dilakukan oleh kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan (konselor) secara
bersama-sama sebagai suatu komunitas pendidik dan diterapkan ke dalam kurikulum
melalui hal-hal berikut ini :
1.
Program
Pengembangan Diri.
Perencanaan
dan pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui
pengintegrasian ke dalam kegiatan sehari-hari sekolah yaitu melalui hal-hal
berikut :
a.
Kegiatan
rutin sekolah.
Kegiatan
rutin merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan
konsisten setiap saat. Contoh kegiatan ini adalah upacara pada hari besar
kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan (kuku, telinga, rambut, dan lain-lain).
b.
Kegiatan
spontan.
Kegiatan
spontan yaitu kegiatan yang dilakukan secara spontan pada saat itu juga. Apabila
guru mengetahui adanya perilaku dan sikap yang kurang baik maka pada saat itu
juga guru harus melakukan koreksi sehingga peserta didik tidak akan melakukan
tindakan yang tidak baik itu. Contoh kegiatan itu: membuang sampah tidak pada
tempatnya, berteriak-teriak sehingga mengganggu pihak lain, berkelahi, memalak,
berlaku tidak sopan, mencuri, berpakaian tidak senonoh.
c.
Keteladanan.
Keteladanan
adalah perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan yang lain dalam
memberikan contoh terhadap tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan
menjadi panutan bagi peserta didik untuk mencontohnya. Jika guru dan tenaga
kependidikan yang lain menghendaki agar peserta didik berperilaku dan bersikap
sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa maka guru dan tenaga
kependidikan yang lain adalah orang yang pertama dan utama memberikan contoh
berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai itu. Misalnya, berpakaian
rapi, datang tepat pada waktunya, bekerja keras, bertutur kata sopan, kasih
sayang, perhatian terhadap peserta didik, jujur, menjaga kebersihan.
d.
Pengkondisian
Untuk
mendukung keterlaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa maka sekolah
harus dikondisikan sebagai pendukung kegiatan itu. Sekolah harus mencerminkan
kehidupan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang diinginkan. Misalnya,
toilet yang selalu bersih, bak sampah ada di berbagai tempat dan selalu
dibersihkan, sekolah terlihat rapi dan alat belajar ditempatkan teratur.
2.
Pengembangan
Proses Pembelajaran.
Pembelajaran
pendidikan budaya dan karakter bangsa menggunakan pendekatan proses belajar
peserta didik secara aktif dan berpusat pada anak, dilakukan melalui berbagai
kegiatan di kelas, sekolah, dan masyarakat.
a.
Kelas, melalui proses belajar setiap mata pelajaran atau kegiatan yang
dirancang sedemikian rupa. Setiap kegiatan belajar mengembangkan kemampuan
dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Oleh karena itu, tidak selalu
diperlukan kegiatan belajar khusus untuk mengembangkan nilai-nilai pada
pendidikan budaya dan karakter bangsa. Meskipun demikian, untuk pengembangan
nilai-nilai tertentu seperti kerja keras, jujur, toleransi, disiplin, mandiri,
semangat kebangsaan, cinta tanah air, dan gemar membaca dapat melalui kegiatan
belajar yang biasa dilakukan guru.
b.
Sekolah, melalui berbagai kegiatan sekolah yang diikuti seluruh peserta
didik, guru, kepala sekolah, dan tenaga
administrasi di sekolah itu, direncanakan sejak awal tahun pelajaran, dimasukkan
ke Kalender Akademik dan yang dilakukan sehari-hari sebagai bagian dari budaya
sekolah. Contoh kegiatan yang dapat dimasukkan ke dalam program sekolah adalah
lomba vocal group antarkelas tentang lagu-lagu bertema cinta tanah air,
pagelaran seni, lomba pidato bertema budaya dan karakter bangsa, pagelaran
bertema budaya dan karakter bangsa.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pengembangan
Pendidikan budaya dan karakter bangsa, tidak dibuat dalam bentuk mata pelajaran
tersendiri tetapi cukup dengan memberikan penguatan pada masing-masing mata
pelajaran yang selama ini dinilai sudah mulai kendur. Dalam hal harus juga
dikembangkan kultur sekolah dan prilaku warga sekolah melalui
pembiasaan-pembiasaan di lingkungan sekolah.
Kurikulum saat ini
memang sudah memasukkan pendidikan budaya dan karakter bangsa. Namun, yang
lebih dikedepankan adalah materi bahan ajar ketimbang memadukan dengan
nilai-nilai budaya yang sesungguhnya bisa diterapkan secara bersamaan.
Adalah hal yang
mudah untuk dirancang tatapi sulit diimplementasikan apabila pendidikan budaya
dan karakter bangsa tidak diimbangi dengan komitmen setiap warga sekolah dan
masyarakat/lingkungan untuk mewujudkannya. Karena bagaimanapun juga pendidikan
yang berkaitan dengan nilai-nilai dan budaya sangat dipengaruhi oleh lingkungan
dan prilaku warga sekolah.
Dalam perancangan
Implementasi Pendidikan budaya dan Karakter Bangsa di Satuan Pendidikan model
pengembangan KTSP dan Program Sekolah melalui analisis konteks sudahlah
mencukupi untuk digunakan dengan beberapa modifikasi. Hal yang paling utama
adalah bagaimana kemudian apa yang sudah direncanakan dapat diimplementasikan
dengan baik.
Daftar Pustaka
Mulyasa,
E. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2007.
Undang-Undang
Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Peraturan
Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standart Nasional Pendidikan
Sudjana,
Nana. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru, 1991.
Raharjo,
Rahmat. Inovasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Yogyakarta: Magnum
Pustaka, 2010.
Muhaimin. Pengembangan
Kurikulum Agama Islam. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2007.
[1] E.
Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2007), hlm. 4.
[2] Nana
Sudjana, Dasar-dasar Prose Belajar Mengajar (Bandung: Sinar Baru 1989), hlm.
30.
[3] Lihat
Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 20 butir (a).
[4]
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005, pasal 1:15.