twitter
rss


BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
            Pendidikan agama saat ini menuai berbagai kritik yang tajam karena ketidakmampuannya dalam menanggulangi berbagai isu penting dalam kehidupan masyarakat, seperti mempercayai kepercayaan keagamaan dan keragaman kultural yang beraneka ragam yang sering melahirkan ketidakharmonisan dan konflik berbau SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan).
            Sejumlah persoalan tersebut terkait dengan penyelenggaraan pendidikan agama di lapangan, sehingga peran keefektifannya dipertanyakan. disamping itu, pendidikan agama di sekolah juga dipandang belum mampu menjadi roh atau semangat yang mendorong pertumbuhan harmoni kehidupan sehari-hari.
            Akan menjadi tidak adil bila munculnya kesenjangan antara harapan dan kenyataaan hanya ditimpakan kepada pendidikan agama disekolah, sebab pendidikan agama bukan satu-satunya faktor pembentuk watak dan kepribadian peserta didik, namun kenyataan peran guru pendidikan agama sebagai pengembang kurikulum sangat besar (berpengaruh) terhadap pembentukan kepribadian peserta didik.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kurikulum Pendidikan Agama Islam
            Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran unutk mencapai tujuan pendidikan,[1] yang salah satunya melalui mata pelajaran pendidikan agama.
            Mata pelajaran PAI merupakan salah satu mata pelajaran (subject matter) yang dikemas dalam sebuah kurikulum dan harus diikuti oleh peserta didik yang beragama Islam. Mata pelajaran PAI berfungsi sebaga pengajaran gama Islam, proses sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai agama Islam, rekonstruksi sosial dan sumber nilai dalam kehidupan masyarakat, dalam rangka membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, serta berkahlak mulia dan mampu menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan inter dan antarumat beragama.
            Pada sekolah menengah pertama (SMP), kurikulum PAI mempunyai kedudukan yang strategis untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, sejajar dengan mata pelajaran lainnya. Keberadaan PAI di SMP tidak terpisahkan dari pendidikan nasional, yang tujuannya untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama yang menyerasikan penguasaannya dalam ilmu pengetahuan, tekhnologi, dan seni, yang realisasinya membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta menjadikannya berakhlak mulia. Sejalan dengan tujuan ini, maka semua mata pelajaran yang diajarkan kepada peserta didik harus mengandung muatan pendidikan akhlak yang harus diperhatikan setiap guru.
            Di dalam rancangan kurikulum PAI pada SLTP (1999), telah diuraikan secara terinci tentang kemampuan dasar lulusannya sebagai berikut :
            “Dengan landasan iman yang benar, siswa: (1) mampu membaca Al-Qur’an, menulis dan memahami terjemahan ayat-ayat pilihan; (2) mengetahui, memahami, dan meyakini unsur-unsur keimanan; (3) memahami sejarah Nabi Muhammad Saw dan perkembangan agama Islam; (4) memahami fikih ibadah, muamalah, munakahat, dan jinayat; (5) melaksanakan ibadah dalam kehidupan sehari-hari; dan (6)  berbudi pekerti luhur/berakhlak mulia”. (Ditjen Binbaga Islam, 1999)[2]
            Muatan akhlak yang harus diperhatikan setiap guru dalam pembelajaran merupakan wujud pengembangan potensi beragama peserta didik sebagaiman tujuan pendidikan nasional yang pada hakikatnya telah dimiliki oleh setiap peserta didik yang disebut fitrah. Tugas guru PAI dalam mengembangkan kurikulum adalah mengembangkan fitrah agar menjadi kemampuan aktual dan mengarahkannya unutk kebaikan, sehingga peserta didik dapat mencapai kesempurnaan dengan lengkapnya sifat-sifat kemanusiaan dalam arti yang sesungguhnya.
            Dengan demikian tugas guru PAI dalam pembelajaran adalah meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengalaman peserta didik akan ajaran Agama Islam agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, berskhlak mulia, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.[3]
B.     Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam
            Pengembangan kurikulum  menjadi kurikulum KTSP  melibatkan berbagai pihak (sekolah, komite sekolah, dan guru) yang tidak hanya menuntut ketrampilan teknis dari pihak pengembang, tetapi kemampuan berbagai faktor yang memengaruhi pengembangannya. Pengembangan kurikulum KTSP, dalam konteks ini kurikulum PAI, disusun sebagai wujud pelayanan kepada masyarakat yang mempunya latar belakang budaya dan adat istiadat yang berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. Oleh karena itu pengembangan kurikulum PAI harus mampu melayani kebutuhan mereka, dengan memfokuskan pengembangan pada kompetensi tertentu yang berupa pengetahuan agama, keterampilan beragama, sikap yang utuh dan terpadu antara ilmu dan amal, serta kemampuan peserta didik mendemonstrasikan sebagai wujud hasil belajar dengan pendektan informal cultural religious agar lebih bisa diterima masyarakat.
C.    Pelaksanaan Kurikulum Pendidikan Agama Islam
            Untuk mencapai kompetensi yang diharapkan dalam pembelajaran diperlukan pembelajaran yang efektif. Suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila pembelajaran tersebut dapat membelajarkan pesereta didik secara kondusif. Untuk itu diperlukan metode dan  strategi pembelajaran yang bervariasi, yang meliputi sebagai berikut :
a)      Student centered instruction, yaitu pembelajaran yang berpusat pada peserta didik seperti  diskusi dlam berbagai variasi, kemudian dapat dikembangkan dengan adanya game yang dapat membuat pembelajaran menjadi lebih hidup. Peserta didik bersifat aktif sedang guru fasilitator.
b)      Collaborative learning, yaitu cara beklajar siswa aktif melalui proses pembelajaaran yang dilakukan secara bersama-sama antara guru dan peserta didik atau antara peserta didik dengan peserta diidk yang lain.
c)      Cooperative learning, yaitu proses pembelajaran yang memberikan kesempatan pada peserta didik untuk terlibat dala kelompoknya, dalam melaksanakan tugas yang diberi oleh gurunya, dan masing-masing anggota memiliki tugas dalam kelompoknya an saling memeriksa pekerjaan teman-temannya kemudian bisa dikembangkan menjadi variasi kelompok.
d)     Self discovery learning, yaitu belajar melalui penemuan mereka sendiri, melalui penelitian dengan menemukan sendiri masalah yang harus dipelajari dan dipecahkan. Untuk itu, keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran merupakan hal sangat penting dan menentukan keberhasilan pembelajaran.[4]
e)      Quantum learning, yaitu strategi belajar dimana dalam belajar semua indera harus bekerja aktif, di mana semua komponen kecerdasan akan aktif bekerja menggunakan multimedia dan pendayagunaan kelompok belajar.[5]
f)       Contextual Teaching and Learning (CTL), yaitu strategi yang digunakan untuk membantu peserta didik untuk memahami makna dari materi pelajaran dengan mengaitkan mata pelajaran tersebut dengan konteks kehidupan mereka.

D.    Kendala-kendala Pelaksanaan Pembelajaran
            Kendala pembelajaran adalah hambatan yang menjadikan pelaksanaan pembelajaran tidak evektif. Kendala disini juga meliputi problem-problem yang sering dikeluhkan oleh peserta didik maupun guru selaku pelaksana kurikulum. Kendala-kendala dalam pembelajaran PAI dapat berasal dari guru, peserta didik, kepala sekolah,  ketersediaan sarana dan prasarana, dan sebagainya.
a.          Guru dan Peserta Didik
        Untuk mencapai keberhasilan dalam pembelajaran peran guru sebagai pelaksana kurikulum dan peserta didik sebagai subjek pembelajaran sangat berpengaruh. Kurangnya keterampilan guru melaksanakan pembelajaran yang mendidik terkait erat dengan kebiasaan yang sudah lama melekat dalam sistem sentntralisasi pendidikan, yaitu pembelajaran yang menekankan pada pencapaian target materi dan ranah kognitif (menghafal, memindahkan pengetahuan dari otak ke otak) yang disampaikan secara verbal. Padahal, sesungguhnya pembelajaran PAI menuntut porsi yang lebih besar pada aspek afektif. Namun kenyataannya, justru aspek ini yang menjadi kelemahan pembelajaran PAi selama ini.
        Responden lain mengeluhkan masih adanya sebagian peserta didik yang menganggap bahwa PAI merupakan mata pelajaran yang kurang penting, yaitu sebagai mata pelajaran pelengkap disbanding dengan mata pelajaran lain yang diujikan secara nasional.anggapan seperti ini menjadikan motivasi belajar mereka rendah. Kondisi demikian seharusnya menjadi tantangan oleh guru PAI untuk mencari strategi yang mampu mengajak peserta didik memiliki etos dan tanggung jawab belajar sebagai kebutuhannya sendiri. Dalam pembelajaran, guru PAI harus punya niat untuk membimbing peserta didik selamat didunia dan akhirat. Untuk itu, guru PAI harus bisa menjadi teladan bagi peserta didiknya.
b.         Kepala Sekolah
        Komponen pendidikan yang harus bertanggung jawab terhadap keberhasilan maupun keberlangsungan proses pendidikan di sekolah adalah kepala sekolah. Oleh karena itu, kepala sekolah berkewajiban membantu guru-guru dalam usaha mereka mengembangkan keterampilan mengajarnya.
c.          Sarana dan Prasarana
        Pelaksanaan pembelajaran PAI tidak akan optimal tanpa adanya dukungan sarana prasarana yang memadai untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Data menunjukan bahwa problem yang dihadapi guru PAI adalah terbatasnya sarana prasarana yang dibutuhkan.
E.     Problematika Kurikulum PAI di SMP
1.    Bagaimana tertuang dalam kurikulumnya, agaknya masih terpilah-pilah menjadi beberapa aspek, yaitu : aspek Al-Qur’an/Hadits, aqidah akhlak, fiqih dan tarikh Islam. Sehingga pembelajaran yang dilaksanakan terpisah tersebut hanya terfokus pada sub mata pelajaran PAI saja.
2.    Pemahaman aspek-aspek PAI maupun proses pelaksanaannya yang terpilah- pilah tersebut pada kenyataannya problem-problem yang muncul dilapangan,antara lain :
Ø Orientasi mempelajari al-Qur’an masih cenderung pada kemampuan membaca teks, belum mengarah pada pemahaman arti dan penggalian makna secara tekstual dan kontekstual.
Ø Aspek aqidah akhlak, ibadah dan syari’ah yang diajarkan hanya sebagaitata aturan keagamaan dan kurang ditekankan sebagai proses pembentukan kepribadian sebagai konsekwensi dari pengajaran agama islam tersebut.
Ø Kurang terciptanya suasana religious di sekolah, yang seharusnya tercipta sebagai manifestasi dari potret lingkup terkecil dari efek pembelajaran pendidikan agama Islam di SMP.
F.     Solusi Problematika Kurikulum PAI di SMP
            Dua jam pelajaran di kelas memang tidaklah akan cukup untuk menyampaikan informasi keagamaan yang begitu komplek. Kalaulah kita tidak  pandai mensiasatinya maka informasi yang diterima pelajar khawatir hanya akanmenyentuh aspek kognitif saja sementara aspek afektif dan psikomotor tidak dapattersentuh.
            Upaya untuk mensiasati keterbatasan jam pelajaran dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, diantaranya adalah :
a.      Menyelenggarakan Bina Rohani Islam (ROHIS)
      Kegiatan Bina Rohani Islam (ROHIS), dapat dijadikan sebagai kegiatanekstra kurikuler yang wajib diikuti oleh seluruh pelajar yang beragama Islam.
b.      Mengkondisikan Sekolah Dengan Kegiatan Keagamaan
      Diantaranya bisa dilakukan melalui setiap hari sebelum belajar  diusahakan setiap pelajar membaca Al-Qur’anantara 5 s.d 10 ayat. Siswa yang telah bisa membaca Al-Qur’an diharapkandapat membantu temannya yang masih belum bisa membaca Al-Qur’an.Sehingga saat menghadapi ujian praktek Pendidikan Agama Islam seluruh pelajar telah dapat membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
            Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran unutk mencapai tujuan pendidikan, yang salah  satunya melalui mata pelajaran pendidikan agama.

            Pengembangan kurikulum  menjadi kurikulum KTSP  melibatkan berbagai pihak (sekolah, komite sekolah, dan guru) yang tidak hanya menuntut ketrampilan teknis dari pihak pengembang, tetapi kemampuan berbagai faktor yang memengaruhi pengembangannya.

            Untuk mencapai kompetensi yang diharapkan dalam pembelajaran diperlukan pembelajaran yang efektif, yaitu dengan beberapa metode dan strategi pembelajaran yang bervariasi, meliputi:
a.       Student centered instruction
b.      Collaborative learning
c.       Cooperative learning
d.      Self discovery learning
e.       Quantum learning
f.       Contextual Teaching and Learning (CTL)

            Kendala pembelajaran adalah hambatan yang menjadikan pelaksanaan pembelajaran tidak evektif. Kendala disini juga meliputi problem-problem yang sering dikeluhkan oleh peserta didik maupun guru selaku pelaksana kurikulum. Kendala-kendala dalam pembelajaran PAI dapat berasal dari guru, peserta didik, kepala sekolah,  ketersediaan sarana dan prasarana, dan sebagainya.


DAFTAR PUSTAKA
LPK. 2003. Materi Pokok Sosialisasi KBK. Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang, Depdiknas.
Muhaimin.2004. Paradigma Pendidikan Islam. PT.Remaja Rosdakarya: Bandung.
Muhaimin. 2007. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Mulyasa. 2005. Implementasi Kurikulum 2004 Panduan pelaksanaan KBK.  Bandung : Remaja Rosdakarya.
Raharjo, Rahmat. 2010. Inovasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Yogyakarta: Magnum Pustaka.


[1] Lihat Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1:13.
[2] Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam (PT.Remaja Rosdakarya: Bandung, 2004), hlm.105
[3] Rahmat Raharjo, Inovasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam (Yogyakarta: Magnum Pustaka, 2010), hlm. 68.
[4] E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004, Panduan pelaksanaan KBK(Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 156.
[5] LPK, Materi Pokok Sosialisasi KBK( Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang, Depdiknas, 2003), hlm. 3.

0 komentar: