Kebiasaan
yang Menjadikan Pintu-Pintu Kekayaan
A. Shodaqah.
Islam mengajarkan kepada umatnya agar
ikhlas dalam mengeluarkan shodaqah. Ikhlas dalam arti beramal hanya
mengharapkan ridha-Nya, tidak karena riya’ (pamer), atau agar dipandang sebagai
orang yang baik. Selain itu shodaqah tidak boleh diiringi dengan umpatan, tidak
boleh berlebihan, juga jangan terlalu sendikit, harus sesuai dengan kemampuan.
Berikan shodaqah sesuai kemampuan. Orang
yang kurang mampu cukup sedikit saja mengeluarkan shodaqahnya. Bahkan apabila
benar-benar tidak mampu. Ia tak perlu memaksakan diri. Justru ia berhak
menerima shodaqah. Sedangkan orang yang kaya, juga harus mengeluarkan
shodaqahnya lebih besar. Tidak sepantasnya orang mukmin bersifat terlalu kikir
atau terlalu pemurah. Terlalu kikir menjadikan dirinya tercela. Di dunia, ia
akan mendapatkan julukan yang tidak baik dari sesamanya, seperti si bakhil, si
kikir, dan lain-lain. Para tetangga enggan bergaul dengannya, dan ketika
tertimpa musibah, para tetangga hanya akan memicingkan sebelah mata. Di
akhirat, ia akan mendapatan siksaan, cercaan, dan umpatan dari Allah.
B. Menerapkan
Prinsip-Prinsip Istighfar.
Rasulullah
SAW, bersabda :
“Barang
siapa yang memperbanyak bacaan istighfar, maka Allah SWT menjadikan kelapangan
dari setiap kesusahan, mencarikan jalan keluar dari kesempitan, dan memberi
rezeki dari jalan yang tidak ia sangka-sangka.” (HR. Abu Daud).
Hadist ini secara jelas menerangkan bahwa
istighfar merupakan salah satu kunci pembuka pintu rezeki. Mengapa bisa
demikian? Karena kita sering melakukan dosa, maka secara tidak langsung kita
telah membuat “tembok pembatas” antara diri kita dengan Tuhan. Ketika tembok
pembatas itu sangat tebal, maka doa kita sulit terkabulkan. Hal ini seperti
sebuah lampu balon yang tertutup debu. Bila debu yang menempel itu sangat
tebal, maka cahaya balon akan pudar dan tak mampu menjangkau tempat yang jauh.
Ini tentu sangat berbeda dengan balon yang sering dibersihkan, sehingga cahaya
lampu bisa terang dan mampu memancarkan sinarnya ke segala arah.
Ketika seseorang melakukan dosa, maka dia
telah memberi debu pada hatinya. Semakin banyak dosa yang dilakukan, maka
semakin banyak pula kotoran dosa yang menempel pada hatinya. Karena itulah,
hatinya tak mampu menyinarkan cahaya untuk mengantarkan doa-doanya sampai
kepada Allah SWT. Hal ini sangat berbeda dengan hati yang bersih. Meskipun
mungkin ia setiap hari melakukan dosa, tapi dosanya segera terhapus oleh “air”
taubat dan istighfar yang dia lakukan. Hatinya menjadi bersih dan cahayanya
terang hingga kehariban Allah. Seakan-akan, jarak antara dirinya dengan Allah
sangat dekat tanpa ada sesuatu yang menghalanginya. Dalam kondisi seperti ini
lah doa mudah terkabulkan, dan Allah menjadikan kelapangan dari setiap
kesusahan yang dialaminya, mencarikan jalan keluar dari kesempitan, dan memberi
rezeki dari jalan yang tidak ia sangka-sangka.
C. Silaturahmi dan
Kerja Sama
Rasulullah
SAW bersabda:
“Hubungan
kekeluargaan itu digantungkan pada Arsy. Ia berkata, ‘Barang siapa yang
menyambungku, maka Allah akan menyambungnya, dan barang siapa yang memutuskan
aku, maka Allah pun akan memutuskannya.” (HR. Bikhari, Musli, dan Ahmad)
Kita sebagai muslin dianjurkan untuk
selalu menjalin silaturahmi yang baik kepada siapa pun. Karena dalam sebuah
silaturahmi itu mengandung manfaat yang besar yang bahkan tidak akan pernah
kita sangka-sangka sebelumnya. Silaturahmi yang dijalin satu persatu akan
menjadi suatu jaringan yang luas.
Begitupun dengan kerjasama yang baik, akan
menghasilkan suatu hasil kerja yang rapi yang bisa menambah kualitas atau
bahkan kuantitas daripada perkerjaan tersebut. Sehingga silaturahmi dan kerjasama
yang baik tersebut nantinya akan membuat suatu peluang yang besar dalam usaha
kita nanti. Itu lah yang dimaksud bahwa silturahmi dan kerja sama itu juga
termasuk ke dalam pintu-pintu kekayaan.