BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada tahap awal
pendidikan Islam itu berlangsung secara informal. Para mubaligh banyak
memberikan contoh teladan dalam sikap hidup mereka sehari-hari. Para mubaligh
itu menunjukkan akhlakul karimah, sehingga masyarakat yang didatangi menjadi
tertarik untuk memeluk agama Islam dan mencontoh perilaku mereka. Lewat
pergaulan antara para mubaligh dan masyarakat sekitar terbentuklah masyarakat
muslim.
Setelah masyarakat
muslim di suatu daerah terbentuk, maka yang menjadi perhatian mereka yang pertama sekali adalah mendirikan rumah
ibadat (masjid, langgar atau mushalla). Karena kaum muslimin itu
diwajibkanuntuk shalat lima waktu dan dianjurkan untuk berjamaah. Selain itu,
sekali seminggu diwajibkan untuk melaksanakan shalat Jumat. Jadi, suatu hal
yang tidak boleh tidak, mesti ada dilingkungan masyarakat muslim adalah rumah
ibadat.
Di dalam sejarah
Islam sejak zaman Nabi Muhammad telah difungsikan rumah ibadat tersebut sebagai
tempat pendidikan. Rasul menjadikan Masjid Nabawi untuk berlangsungnya proses
pendidikan di dalamnya. Perbuatan beliau ini ditiru oleh khalifah-khalifah
sesudah beliau. Dengan demikian, masjid berfungsi sebagai tempat pendidikan
adalah merupakan suatu keharusan di kalangan masyarakat muslim.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan sebagai
salah satu usaha untuk membina dan mengembangkan seluruh aspek kepribadian
manusia jasmani dan rohani agar menjadi manusia yang berkepribadian harus berlangsung
secara bertahap. Oleh karena itu, banyak pakar yang pendidikan memberikan arti
pendidikan sebagai suatu proses dan berlangsung seumur hidup. Karenanya pula,
pendidikan tidak hanya berlangsung di dalam kelas, tetapi juga diluar kelas.
Pendidikan tidak
hanya terbatas pada usaha mengembangkan intelektualitas manusia, melainkan juga
mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia untuk mencapai kehidupan yang
sempurna. M.J. Adler mengartikan “pendidikan” adalah suatu proses di mana semua
kemampuan manusia (bakat dan kemampuan yang diperoleh) dapat dipengaruhi oleh
pembiasaan dan disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik melalui
sarana yang artistik serta dibuat dan dipakai oleh siapapun untuk membantu
orang lain atau dirinya sendirinya dalam mencapai tujuan yang ditetapkan dengan
kebiasaan yang baik.[1]
Dari ungkapan
beberapa definisi pendidikan dalam pengertian yang masih umum mengandung arti
bahwa pendidikan adalah proses kependidikan yang mengandung pengarahan kepada
suatu tujuan tertentu atau suatu proses yang berlangsung ke arah sasaran tertentu.[2]
Jika
pengertian-pengertian umum pendidikan yang telah dikemukakan dihubungkan dengan
pengertian pendidikan Islam maka akan nampak perbedaan penekanan tujuan
pendidikan yang hendak dicapai yaitu: kesempurnaan manusia, yang puncaknya
dalah dekat kepada Allah, dan kesempatan manusia ang puncaknya adalah
kebahagiaan dunia akhirat.[3]
B.
Sekilas tentang Lembaga Pendidikan pada Masa Awal Islam
Dalam menulusuri
bagaimana sistem dan perkembangan ilmu dalam Islam di masa klasik (sejak masa
Nabi Muhammad), penting sekali dengan terlebih dahulu melihat keberadaan
lembaga-lembaga pendidikan Islam yang ada, karena dengan melihat perkembangan
lembaga-lembaga pendidikan yang ada, setidaknya akan dapat melihat bagaiman
sistem yang diberlakukan dalam lembaga pendidikan tersebut.
Apalagi kondisi
sosiokultural masyarakat Arab pra-Islam terutama pada masyarakat Mekkah dan
Madinah sangat mempengaruhi pole pendidikan periode Nabu di Mekkah dan Madinah.
Secara kuantitas orang-orang yang masuk Islma pada fase Mekkah lebih sedikit
daripada orang-orang yang masuk Islam pada fase Madinah. Hal tersebut
diantaranya disebabkan oleh watak dan budaya nenek moyang mereka sedangkan
masyarakat Madinah lebih mudah memasuki ajaran Islam karena saat kondisi
masyarkat, khususnya Aus dan Khazraj, sangat membutuhkan seorang pemimpin,
untuk melenturkan pertikaian sesama mereka dan sebagai “pelindung” dari ancaman
kaum Yahudi, di samping sifat penduduknya yang lebih ramah yang dilatar
belakangi kondisi geografis yang lebih nyaman dan subur.
Konsep dan
perkembangan pendidikan Islam sejak masa Nabi Muhammad sebenarnya sudah
terancang dengan baik, hanya saja di kala itu belum menjadi semacam pendidikan
formal, hal ini terbukti adanya beberapa media atau lembaga pendidikan yang
diselenggarakan. Lembaga pendidikan tersebut merupakan suatu wadah berprosesnya
suatu komponen pendidikan Islam yang sempurna. Adakalanya kelembagaan dalam
masyarakat secara eksplisit membuktikan bahwa kuatnya tanggung jawab kultural
dan edukatif masyarakat muslim dalam mempraktikan ajaran Islam. Berapa lembaga
pendidikan yang sudah ada sejak zaman nabi Muhammad adalah sebagai berikut :
a.
Kuttab.
b.
Masjid.
c.
Majelis
Muhadharah.
d.
Maktabah
(Perpustakaan).
e.
Madrasah.
f.
Dan
lembaga pendidikan lainnya.[4]
C.
Perbedaan Kuttab, Halaqah, dan Masjid
Terdapat beberapa perbedaan antara Kuttab, Halaqah, dan Masjid yang
bisa kita lihat dari beberapa penjelasan sebelumnya.
1.
Kuttab
a.
Tujuan
pendidikannya :
Memberikan
pengajaran membaca dan menulis.
b.
Materi
yang diajarkan :
-
Berorientasi
pelajarannya kepada Al-Quran, mengajari pelajaran berenang, mengendarai onta,
memanah, kaligrafi, dan lain-lain.
-
Tempat
belajar menulis warisan kebudayaan sastra pra-Islam.
c.
Metode
pengajarannya :
Lisan,
menghafal, dan menulis Halaqah
d.
Evaluasinya
:
Menghafalkan
materi yang sudah dijelaskan.
2.
Halaqah
a.
Tujuan
pendidikannya :
-
Menciptakan
sumber daya manusia yang mau berpikir kritis.
-
Menghidupkan
khasanah keilmuan.
b.
Materi
yang diajarkan :
Ilmu
agama, filsafat, mengetahuan umum, dan ilmu politik (menyusun gerakan-gerakan
perang).
c.
Metode
pengajarannya :
Diskusi
dan tanya jawab.
d.
Evaluasinya
:
Aksi
dakwah Islam.
3.
Masjid
a.
Tujuan
pendidikannya :
Penyampaian
wahyu.
b.
Materi
yang diajarkan :
Al-Quran,
tauhid, mengajarkan ilmu sosial, budaya, dan politik.
Latihan perang,
dagang.
c.
Metode
pengajarannya :
Ceramah,
tabligh dan dakwah.
d.
Evaluasinya
:
Hafalan dan
mengaplikasian dalam kehidupan
D.
Masjid sebagai Lembaga Pendidikan Islam
Semenjak
berdirinya masjid di zaman Nabi Muhammad SAW masjid telah menjadi pusat
kegiatan dan informasi berbagai masalah kehidupan kaum muslimin. Ia menjadi
tempat bermusyawarah, tempat mengadili perkara, tempat menyampaikan penerangan
agama dan informasi-informasi lainnya dan tempat menyelenggarakan pendidikan,
baik bagi anak-anak maupun orang dewasa. Kemudian pada masa Khalifah Bani
Umaiyah berkembang fungsinya sebagai tempat pengembangan ilmu pengetahuan, terutama yang bersifat
keagamaan. Para ulama mengajarkan ilmu di masjid, tetapi majlis khalifah
berpindah ke masjid atau ke tempat tersendiri.[5]
Ketika Nabi dan
para sahabat hijrah ke Madinah, salah satu program pertama yang dilakukan nabi
Muhammad adalah pembangunan masjid. Meskipun demikian, eksistensi kuttab
sebagai lembaga pendidikan di Madinah tetap dimanfaatkan setelah hijrah ke
Madinah. Bahkan materi dan penyajiannya lebih dikembangkan seiring dengan
semakin banyaknya wahyu yang diterima Nabi.
Dalam sejarah
Islam, masjid yang pertama kali dibangun nabi Muhammad adalah masjid at-Taqwa
di Quba pada jarak perjalanan kurang lebih 2 mil dari kota Madinah ketika nabi
Muhammad berhijrah dari Mekkah. Nabi Muhammad membangun sebelah utara masjid
Madinah dan amsjid al-Haram sebuah bangunan yang disebut as-suffah, untuk
menjadi tempat tinggal orang-orang fakir miskin yang menuntut ilmu, yang
akhirnya mereka dikenal dengan sebutan “ahli suffah”.
Oleh sebab itu,
masjid di masa perkembangan awal Islam, selain sebagai tempat ibadah berfunsi
juga sebagai institusi pendidikan. Bahkan masjid juga diklaim sebagai lembaga
ilmu pengetahuan yang tertua dalam Islam, sebab pembangunannya telah dimulai
sejak zaman Nabi dan ia tersebar ke seluruh negeri Arab bersamaan dengan
bertebarnya di berbagai pelosok negeri tersebut, dan di dalam masjid ini juga
dimulai mengajarkan al-Quran dan dasar-dasar agama Islam pada masa Nabi,
disamping fungsinya yang utama sebagai tempat untuk menunaikan shalat dan
ibadah, fakta yang demikian kemudian juga melahirkan tesis bahwa masjid memiliki
multifungsi merupakan jantung peradaban Islam yang pertama.
Di masjid juga
umat muslim mempelajari agama Islam bersama nabi Muhammad. Jika terdapat
persoalan-persoalan diantara mereka tentang ajaran Islam, maka nabi Muhammad
menjadi tumpuan pertanyaan mereka.[6]
Pendidikan Islam
yang berlangsung di amsjid adalah pendidikan yang unik karena memakai sistem halaqah
(lingkaran). Sang syekh biasanya duduk didekat dinding atau pilar masjid,
sementara siswanya duduk didepannya membentuk lingkaran dan lutut para peserta
didik bersentuhan. Bila ditinjau lebih lanjut, bahwa sistem halaqah seperti
demikian, adalah bentuk pendidikan yang tidak hanya menyentuh perkembangan
dimensi intelektual akan tetapi lebih menyentuh dimensi emosional dan spiritual
peserta didik. Kebiasaan dalam halaqah adalah siswa yang lebih tinggi
pengetahuannya yang duduk dekat syekh. Siswa yang level pengetahuannya lebih
rendah dengan sendirinya akan duduk lebih jauh, sementara berjuang lebih keras
agar dapat mengubah posisinya dalam konfigurasi halaqah nya.[7]
Masjid fungsi utamanya
adalah untuk tempat shalat yang lima waktu ditambah dengan sekali seminggu
dilaksanakan shalat Jumat dan dua kali stahun dilaksanakan shalta hari raya
Idul Fitri dan Idul Adha. Selain masjid ada juga tempat ibadah yang disebut
langgar, bentuknya kecil dari masjid dan digunakan hnaya untuk tempat shalat
lima waktu, bukan untuk tempat shalat Jumat.
Selain dari fungsi
utama masjid dan langgar difungsikan juga untuk tempat pendidikan. Di tempat
ini dilakukan pendidikan untuk orang dewasa maupun anak-anak. Pengajianyang
dilakukan untuk orang dewasa adlah penyampaian-penyampaian ajaran Islam oleh
mubaligh (al-ustadz, guru, kiai) kepada para jamaah dalam bidang yang berkenaan
dengan akidah, ibadah dan akhlak.
Sedangkan
pengajian yang dilaksanakan ialah anak-anak berpusat kepada pengajian Al-Quran
menitikberatkan kepada kemampuan membacanya dengan baik sesuai dengan
kaidha-kaidah bacaan. Selain dari itu anak-anak juga diberi pendidikan keimanan
ibadah dan akhlak. Keimanan bertumpu kepada rukun iman yang enam sedangkan
ibadah dititikberatkan kepada pendidikan shalat. Adapun akhlak ditujukan kepada
pembentukan akhlak yang mulia, dalam tingkah laku kesehariannya.[8]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pendidikan pada
masa awal Islam masih bersifat nonformal. Masjid selain sebagai tempat shalat
lima waktu, shalat Jumat, shalat Idul Fitri dan Idul Adha juga digunakan
sebagai tempat belajar atau pusat pendidikan.
Masjid menjadi
tempat bermusyawarah, tempat mengadili perkara, tempat menyampaikan penerangan
agama dan informasi-informasi lainnya dan tempat menyelenggarakan pendidikan,
baik bagi anak-anak maupun orang dewasa.
Daftar Pustaka
Mortimer J., Adler. In Defense of the Philosophy of Education.
Chicago: The University of Chicago Pres, 1962.
Djumransyah. Pendidikan Islam “Menggali Tradisi, Meneguhkan
eksistensi”. Malang: Penerbit UIN-Malang Press, 2007.
Baharuddin, dkk. Dikotomi Pendidikan Islam. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2011.
Zuhairini. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara,
1997.
Putra,
Haidar. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia.
Jakarta: Kencana, 2009.
[1] Adler,
Mortimer J., In Defense of the Philosophy of Education (Chicago: The
University of Chicago Pres, 1962), hlm. 209.
[2]
Djumransyah, Pendidikan Islam “Menggali Tradisi, Meneguhkan eksistensi”
(Malang: Penerbit UIN-Malang Press, 2007), hlm. 15.
[3] Ibid,
hlm. 16.
[4]
Baharuddin, Umiarso, dkk. Dikotomi Pendidikan Islam (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2011), hlm. 209-210.
[5]
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), hlm.
99.
[6] Baharuddin,
Umiarso, dkk. Dikotomi Pendidikan Islam (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2011), hlm. 214-215.
[7]Ibid,
hlm. 216.
[8] Haidar
Putra, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia
(Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 20-21.