BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah belajar yang dapat dikatakan
sebagai tindak pelaksanaan usaha pendidikan, adalah masalah setiap orang. Tiap
orang boleh dikatakan selalu belajar, karena kenyataan bahwa belajar adalah masalah
setiap orang maka jelaslah kiranya perlu dan penting menjelaskan masalah
belajar itu.
Manusia yang ingin mempertahankan
hidupnya, ia harus tumbuh. Pertanyaannya, bagaimanakah usaha kita agar kita
senantiasa tumbuh dan berkembang? Jawabannya yaitu kita mesti belajar. Apakah
belajar itu dan bagaimana prosesnya? Pertanyaan-pertanyaan semacam itu sering
terlontar berhubung masih kurangnya pemahaman seseorang tentang arti belajar.
Belajar adalah kegiatan yang
berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan
setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya
pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang
dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau
keluarga sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Belajar
Arti kata belajar
dalam buku Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah berusaha memperoleh
kepandaian atau ilmu. Perwujudan dari berusaha adalah berupa kegiatan
sehingga belajar merupakan suatu kegiatan.
Dalam Kamus
Bahasa Inggris, belajar atau to learn mempunyai arti: (1) to gain
knowledge, comprehension, or mastery of through experience or study; (2) to
fix in the mind or memory; memorize; (3) to acquire through experience; (4)
to become in forme of to find out. Jadi, ada empat macam arti belajar
menurut kamus bahasa Inggris, yaitu memperoleh pengetahuan atau menguasai
pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, menguasai melalui pengalaman, dan
mendapat informasi atau menemukan.
Berdasarkan
definisi menurut kedua kamus tersebut, ada dua unsur pokok yang terkandung
dalam belajar, yaitu kegiatan dan penguasaan.[1]
Berikut adalah
definisi belajar menurut para ahli :
a.
Hintzman
dalam bukunya The Psychology of Learning and Memory berpendapat Learning
is a change in organism due to experience which can affect rhe organism’s
behavior. Artinya, belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri
organisme (manusia atau hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat
mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut. jadi, dalam pandangan Hintzman,
perubahan yang ditimbulkan oleh pengalaman tersebut baru dikatakan belajar
apabila memengaruhi organisme.[2]
b.
Wittig
dalam bukunya Psychology of Learning mendefinisikan belajar sebagai: any
relatively permanent change in an organism’s behavioral repertoire that occurs
as a result of experience. Belajar ialah perubahan yang relatif menetap
yang terjadi dalam segala macam/keseluruhan tingkah laku suatu organisme
sebagai hasil pengalaman.[3]
c.
Cronbach
di dalam bukunya Educational Psychology menyatakan bahwa: leraning is
shown by a change in behavior as a result of experience. Jadi, menurut
Cronbach belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami, dan dalam
mengalami itu si pelajar mempergunakan panca inderanya.[4]
d.
Arthur
J. Gates, menurutnya yang dinamakan belajar adalah perubahan tingkah laku
melalui pengalaman dan latihan (leraning is the modification of behavior
through experience and training).[5]
Timbulnya keanekaragaman
pendapat para ahli tersebut adalah fenomena perselisihan yang wajar karena
adanya perbedaan titik pandang. Selain itu, perbedaan antara satu situasi
belajar dengan situasi belajar lainnya yang diamati oleh para ahli juga dapat
menimbulkan perbedaan pandangan.
Dari berbagai definisi
belajar yang telah dikemukakan para ahli tersebut dapat ditarik semacam
kesimpulan bahwa pada hakikatnya belajar adalah proses penguasaan sesuatu yang
dipelajari. Penguasaan itu dapat berupa memahami (mengerti), merasakan, dan
dapat melakukan sesuatu.
B.
Arti Penting Belajar
Belajar adalah
istilah kunci yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa
belajar sesungguhnya tidak pernah ada pendidikan. Perubahan dan kemampuan untuk
berubah merupakan batasan dan makna yang terkandung dalam belajar. Karena kemampuan
berubahlah, manusia terbebas dari kemandegan fungsinya sebagai khalifah di
bumi. selain itu, dengan kemampuan berubah melalui belajar itu, manusia secara
bebas dapat mengeksplorasi, memilih, dan menetapkan keputusan-keputusan penting
untuk kehidupannya.
Belajar merupakan
proses dari perkembangan hidupa manusia. Dengan belajar, manusia melakukan
perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya berkembang.
Semua aktivitas dan prestasi hidup manusia tidak lain adalah hasil dari
belajar. Kita pun hidup menurut hidup dan bekerja menurut apa yang telah kita
pelajari. Belajar itu bukan sekedar pengalaman. Belajar adalah suatu proses,
dan bukan suatu hasil. Karena itu belajar berlangsung secara aktif dan
integratif dengan menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai suatu
tujuan.[6]
Selanjutnya dalam
perspektif agama pun (dalam hal ini Islam), belajar merupakan kewajiban bagi
setiap muslim dalam rangka memperoleh ilmu pengetahuan sehingga derajad
kehidupannya meningkat. Hal ini dinyatakan dalam surah Mujadalah: 11 yang
artinya: ... niscaya Allah akan meningkatkan beberapa derajad kepada
orang-orang dan “berilmu”. Ilmu dalam hal ini tentu saja harus berupa
pengetahuan yang relevan dengan tuntutan zaman dan bermanfaat bagi kehidupan
orang banyak.[7]
C.
Belajar dalam Perspektif Islam
Agaknya tidak ada
satu pun agama, termasuk Islam, yang menjelaskan secara rinci dan operasional
mengenai proses belajar, proses kerja sistem memori (akal), dan proses
dikuasainya pengetahuan dan ketrampilan oleh manusia. Namun Islam, dalam hal
penekanannya terhadap signifikansi fungsi kognitif (akal) dan fungsi sensori
(indera-indera) sebagai alat-alat penting untuk belajar, sangat jelas.
Kata-kata kunci, seperti ya’qulun, yatafakkarun, yubshirun, yasma’un,
dan sebagainya yang terdapat dalam Al-Qura’an, merupakan bukti betapa
pentingnya penggunaan fungsi ranah cipta dan karsa manusia dalam belajar dan
meraih ilmu pengetahuan.[8]
Berikut ini
kutipan firman-firman Allah dan Hadist Nabi SAW, baik yang secara eksplisit
maupun implisit mewajibkan orang untuk belajar agar memperoleh ilmu
pengetahuan.
a.
Allah
berfirman, . . . apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang
yang tidak mengetahui? Sesungguhnya, hanya orang-orang yang berakallah yang
mampu menerima pelajaran (Al-Zumar: 9)
Dalam
ayat ini Allah berusaha menekankan perbedaan orang yang berilmu dengan yang
tidak berilmu. Hal ini menunjukkan bahwa kedudukan orang yang berilmu itu
berbeda dengan orang yang tidak berilmu. Orang yang berilmu itu mempunyai
kedudukan yang lebih tinggi. Dan hanya orang-orang yang mempunyai akallah yang
bisa menerima pelajaran. Jadi orang yang tidak berakal susah untuk bisa
menerima pelajaran yang diajarkan.
b.
Allah
berfirman, Dan janganlah kamu membiasakan diri pada apa yang tidak kamu
ketahui ... (Al-Isra: 36)
Dalam
ayat ini Allah menegaskan bahwa kita sebagai umat manusia janganlah membiasakan
diri untuk tidak mengetahui, dalam hal ini jangan sampai kita terbiasa tidak
tahu pada hal-hal yang seharusnya kita bisa mencari tahunya, sehingga kita
tahu. Tentu saja caranya yaitu dengan belajar.
c.
Dalam
hadist riwayat Ibnu ‘Ashim dan Thabrani, Rasulullah SAW bersabda, Wahai
sekalian manusia, belajarlah! Karena ilmu pengetahuan hanya didapat melalui
belajar ... (Qadhawi, 1989)
Dalam
hadist ini Rasulullah memerintahkan kita untuk belajar. Karena semua ilmu dan
pengetahuan itu hanya bisa didapatkan dari belajar. Jadi, agar kita berilmu
maka kita harus belajar.
D.
Ragam Alat Belajar
Tuhan memberikan
potensi kepada manusia yang bersifat jasmaniah dan rohaniah untuk belajar dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan umat manusia
itu sendiri. Potensi-potensi tersebut terdapat dalam organ-organ fisio-psikis
manusia yang berfunsi sebagai alat-alat penting untuk melakukan kegiatan
belajar, diantaranya adalah sebagai berikut :
a.
Indera
penglihat (mata), yakni alat fisik yang berguna untuk menerima informasi
visual.
b.
Indera
pendengar (telinga), yakni alat fisik yang berguna untuk menerima informasi
verbal.
c.
Akal,
yakni potensi kejiwaan manusia berupa sistem psikis yang kompleks untuk
menyerap, mengolah, menyimpan, dan memproduksi kembali item-item informasi dan
pengetahuan (ranah kognitif).[9]
Dalam
surah Al-Nahl: 78 Allah berfirman yang artinya:
Dan
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa,
dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan af-idah (daya nalar), agar
kamu bersyukur.
Demikian
pentingnya daya nalar akal dalam perspektif ajaran Islam, terbukti dengan
dikisahkannya penyesalan para penghuni neraka karena keengganan dalam
menggunakan akal mereka untuk memikirkan peringatan Tuhan.
Dalam
surah Al-Mulk ayat 10 dikisahkan bahwa :
Dan
mereka berkata: sekiranya kami mendengarkan dan memikirkan (peringatan Tuhan)
niscaya kami tidak termasuk para penghuni neraka yang menyala-nyala.
Sehubungan dengan fungsi
kalbu (qalb) bagi kehidupan psikologi manusia, perlu kita ketahui bahwa
hati dalam perspektif disiplin ilmu apa
pun tidak memiliki fungsi mental seperti fungsi otak. Oleh karenanya,
pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai moral yang terkandung dalam bidang
studi yang bersangkutan seyogianya ditanamkan sebaik-baiknya ke dalam sistem
memori para siswa, bukan ke dalam hati mereka.[10]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Inti
atau kesimpulan dari pendapat-pendapat mengenai pengertian belajar yang telah
dikemukakan oleh banyak ahli yaitu, bahwa pada hakikatnya belajar adalah proses
penguasaan sesuatu yang dipelajari. Penguasaan itu dapat berupa memahami
(mengerti), merasakan, dan dapat melakukan sesuatu.
Mengenai belajar dalam perpektif
Islam, dalam Al-Quran disebutkan ada beberapa ayat yang menyebutkan dan
menjelaskan mengenai keutamaan belajar dan perbedaan orang-orang yang berilmu
dengan yang tidak berilmu. Ada juga hadist Nabi yang memerintahkan kita sebagai
umat manusia untuk senantiasa belajar, karena tidak ada ilmu pengetahuan yang
bisa kita dapatkan kecuali dengan belajar.
Daftar Pustaka
Prawira,
Purwa Atmaja. Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru, Yogyakarta: Ar-ruzz
Media, 2012.
Syah,
Muhibbin. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2010.
Suryabrata,
Sumadi. Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1995.
Soemanto, Wasty.
Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998.
[1] Purwa
Atmaja Prawira, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru (Yogyakarta:
Ar-ruzz Media, 2012), hlm. 224.
[2] Muhibbin
Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2010), hlm. 88.
[3] Ibid,
hlm. 89.
[4] Sumadi
Suryabrata, Psikologi Pendidikan (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
1995), hlm. 247.
[5] Purwa
Atmaja Prawira, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru (Yogyakarta:
Ar-ruzz Media, 2012), hlm. 226.
[6] Wasty
Soemanto, Psikologi Pendidikan (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998), hlm.
104.
[7] Muhibbin
Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2010), hlm. 93-94.
[8]Ibid,
hlm. 98-99.
[9] Ibid,
hlm. 99.
[10] Ibid,
hlm 101.