twitter
rss

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
            Masalah belajar yang dapat dikatakan sebagai tindak pelaksanaan usaha pendidikan, adalah masalah setiap orang. Tiap orang boleh dikatakan selalu belajar, karena kenyataan bahwa belajar adalah masalah setiap orang maka jelaslah kiranya perlu dan penting menjelaskan masalah belajar itu.
            Manusia yang ingin mempertahankan hidupnya, ia harus tumbuh. Pertanyaannya, bagaimanakah usaha kita agar kita senantiasa tumbuh dan berkembang? Jawabannya yaitu kita mesti belajar. Apakah belajar itu dan bagaimana prosesnya? Pertanyaan-pertanyaan semacam itu sering terlontar berhubung masih kurangnya pemahaman seseorang tentang arti belajar.
            Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarga sendiri.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Belajar
            Arti kata belajar dalam buku Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Perwujudan dari berusaha adalah berupa kegiatan sehingga belajar merupakan suatu kegiatan.
            Dalam Kamus Bahasa Inggris, belajar atau to learn mempunyai arti: (1) to gain knowledge, comprehension, or mastery of through experience or study; (2) to fix in the mind or memory; memorize; (3) to acquire through experience; (4) to become in forme of to find out. Jadi, ada empat macam arti belajar menurut kamus bahasa Inggris, yaitu memperoleh pengetahuan atau menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, menguasai melalui pengalaman, dan mendapat informasi atau menemukan.
            Berdasarkan definisi menurut kedua kamus tersebut, ada dua unsur pokok yang terkandung dalam belajar, yaitu kegiatan dan penguasaan.[1]
            Berikut adalah definisi belajar menurut para ahli :
a.       Hintzman dalam bukunya The Psychology of Learning and Memory berpendapat Learning is a change in organism due to experience which can affect rhe organism’s behavior. Artinya, belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia atau hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut. jadi, dalam pandangan Hintzman, perubahan yang ditimbulkan oleh pengalaman tersebut baru dikatakan belajar apabila memengaruhi organisme.[2]
b.      Wittig dalam bukunya Psychology of Learning mendefinisikan belajar sebagai: any relatively permanent change in an organism’s behavioral repertoire that occurs as a result of experience. Belajar ialah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam/keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman.[3]
c.       Cronbach di dalam bukunya Educational Psychology menyatakan bahwa: leraning is shown by a change in behavior as a result of experience. Jadi, menurut Cronbach belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami, dan dalam mengalami itu si pelajar mempergunakan panca inderanya.[4]
d.      Arthur J. Gates, menurutnya yang dinamakan belajar adalah perubahan tingkah laku melalui pengalaman dan latihan (leraning is the modification of behavior through experience and training).[5]
                       
                        Timbulnya keanekaragaman pendapat para ahli tersebut adalah fenomena perselisihan yang wajar karena adanya perbedaan titik pandang. Selain itu, perbedaan antara satu situasi belajar dengan situasi belajar lainnya yang diamati oleh para ahli juga dapat menimbulkan perbedaan pandangan.
                        Dari berbagai definisi belajar yang telah dikemukakan para ahli tersebut dapat ditarik semacam kesimpulan bahwa pada hakikatnya belajar adalah proses penguasaan sesuatu yang dipelajari. Penguasaan itu dapat berupa memahami (mengerti), merasakan, dan dapat melakukan sesuatu.

B.     Arti Penting Belajar
            Belajar adalah istilah kunci yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tidak pernah ada pendidikan. Perubahan dan kemampuan untuk berubah merupakan batasan dan makna yang terkandung dalam belajar. Karena kemampuan berubahlah, manusia terbebas dari kemandegan fungsinya sebagai khalifah di bumi. selain itu, dengan kemampuan berubah melalui belajar itu, manusia secara bebas dapat mengeksplorasi, memilih, dan menetapkan keputusan-keputusan penting untuk kehidupannya.
            Belajar merupakan proses dari perkembangan hidupa manusia. Dengan belajar, manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya berkembang. Semua aktivitas dan prestasi hidup manusia tidak lain adalah hasil dari belajar. Kita pun hidup menurut hidup dan bekerja menurut apa yang telah kita pelajari. Belajar itu bukan sekedar pengalaman. Belajar adalah suatu proses, dan bukan suatu hasil. Karena itu belajar berlangsung secara aktif dan integratif dengan menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai suatu tujuan.[6]
            Selanjutnya dalam perspektif agama pun (dalam hal ini Islam), belajar merupakan kewajiban bagi setiap muslim dalam rangka memperoleh ilmu pengetahuan sehingga derajad kehidupannya meningkat. Hal ini dinyatakan dalam surah Mujadalah: 11 yang artinya: ... niscaya Allah akan meningkatkan beberapa derajad kepada orang-orang dan “berilmu”. Ilmu dalam hal ini tentu saja harus berupa pengetahuan yang relevan dengan tuntutan zaman dan bermanfaat bagi kehidupan orang banyak.[7]
             
C.    Belajar dalam Perspektif Islam
            Agaknya tidak ada satu pun agama, termasuk Islam, yang menjelaskan secara rinci dan operasional mengenai proses belajar, proses kerja sistem memori (akal), dan proses dikuasainya pengetahuan dan ketrampilan oleh manusia. Namun Islam, dalam hal penekanannya terhadap signifikansi fungsi kognitif (akal) dan fungsi sensori (indera-indera) sebagai alat-alat penting untuk belajar, sangat jelas. Kata-kata kunci, seperti ya’qulun, yatafakkarun, yubshirun, yasma’un, dan sebagainya yang terdapat dalam Al-Qura’an, merupakan bukti betapa pentingnya penggunaan fungsi ranah cipta dan karsa manusia dalam belajar dan meraih ilmu pengetahuan.[8]
            Berikut ini kutipan firman-firman Allah dan Hadist Nabi SAW, baik yang secara eksplisit maupun implisit mewajibkan orang untuk belajar agar memperoleh ilmu pengetahuan.
a.       Allah berfirman, . . . apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya, hanya orang-orang yang berakallah yang mampu menerima pelajaran (Al-Zumar: 9)
Dalam ayat ini Allah berusaha menekankan perbedaan orang yang berilmu dengan yang tidak berilmu. Hal ini menunjukkan bahwa kedudukan orang yang berilmu itu berbeda dengan orang yang tidak berilmu. Orang yang berilmu itu mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. Dan hanya orang-orang yang mempunyai akallah yang bisa menerima pelajaran. Jadi orang yang tidak berakal susah untuk bisa menerima pelajaran yang diajarkan.
b.      Allah berfirman, Dan janganlah kamu membiasakan diri pada apa yang tidak kamu ketahui ... (Al-Isra: 36)
Dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa kita sebagai umat manusia janganlah membiasakan diri untuk tidak mengetahui, dalam hal ini jangan sampai kita terbiasa tidak tahu pada hal-hal yang seharusnya kita bisa mencari tahunya, sehingga kita tahu. Tentu saja caranya yaitu dengan belajar.
c.       Dalam hadist riwayat Ibnu ‘Ashim dan Thabrani, Rasulullah SAW bersabda, Wahai sekalian manusia, belajarlah! Karena ilmu pengetahuan hanya didapat melalui belajar ... (Qadhawi, 1989)
Dalam hadist ini Rasulullah memerintahkan kita untuk belajar. Karena semua ilmu dan pengetahuan itu hanya bisa didapatkan dari belajar. Jadi, agar kita berilmu maka kita harus belajar.

D.    Ragam Alat Belajar
            Tuhan memberikan potensi kepada manusia yang bersifat jasmaniah dan rohaniah untuk belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan umat manusia itu sendiri. Potensi-potensi tersebut terdapat dalam organ-organ fisio-psikis manusia yang berfunsi sebagai alat-alat penting untuk melakukan kegiatan belajar, diantaranya adalah sebagai berikut :
a.       Indera penglihat (mata), yakni alat fisik yang berguna untuk menerima informasi visual.
b.      Indera pendengar (telinga), yakni alat fisik yang berguna untuk menerima informasi verbal.
c.       Akal, yakni potensi kejiwaan manusia berupa sistem psikis yang kompleks untuk menyerap, mengolah, menyimpan, dan memproduksi kembali item-item informasi dan pengetahuan (ranah kognitif).[9]
Dalam surah Al-Nahl: 78 Allah berfirman yang artinya:
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan af-idah (daya nalar), agar kamu bersyukur.
Demikian pentingnya daya nalar akal dalam perspektif ajaran Islam, terbukti dengan dikisahkannya penyesalan para penghuni neraka karena keengganan dalam menggunakan akal mereka untuk memikirkan peringatan Tuhan.
Dalam surah Al-Mulk ayat 10 dikisahkan bahwa :
Dan mereka berkata: sekiranya kami mendengarkan dan memikirkan (peringatan Tuhan) niscaya kami tidak termasuk para penghuni neraka yang menyala-nyala.

                        Sehubungan dengan fungsi kalbu (qalb) bagi kehidupan psikologi manusia, perlu kita ketahui bahwa hati dalam perspektif disiplin ilmu apa  pun tidak memiliki fungsi mental seperti fungsi otak. Oleh karenanya, pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai moral yang terkandung dalam bidang studi yang bersangkutan seyogianya ditanamkan sebaik-baiknya ke dalam sistem memori para siswa, bukan ke dalam hati mereka.[10]



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
            Inti atau kesimpulan dari pendapat-pendapat mengenai pengertian belajar yang telah dikemukakan oleh banyak ahli yaitu, bahwa pada hakikatnya belajar adalah proses penguasaan sesuatu yang dipelajari. Penguasaan itu dapat berupa memahami (mengerti), merasakan, dan dapat melakukan sesuatu.
            Mengenai belajar dalam perpektif Islam, dalam Al-Quran disebutkan ada beberapa ayat yang menyebutkan dan menjelaskan mengenai keutamaan belajar dan perbedaan orang-orang yang berilmu dengan yang tidak berilmu. Ada juga hadist Nabi yang memerintahkan kita sebagai umat manusia untuk senantiasa belajar, karena tidak ada ilmu pengetahuan yang bisa kita dapatkan kecuali dengan belajar.


Daftar Pustaka

Prawira, Purwa Atmaja. Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru, Yogyakarta: Ar-ruzz Media, 2012.
Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010.
Suryabrata, Sumadi. Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1995.
Soemanto, Wasty. Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998.





[1] Purwa Atmaja Prawira, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru (Yogyakarta: Ar-ruzz Media, 2012), hlm. 224.
[2] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), hlm. 88.
[3] Ibid, hlm. 89.
[4] Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1995), hlm. 247.
[5] Purwa Atmaja Prawira, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru (Yogyakarta: Ar-ruzz Media, 2012), hlm. 226.
[6] Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998), hlm. 104.
[7] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), hlm. 93-94.
[8]Ibid, hlm. 98-99.
[9] Ibid, hlm. 99.
[10] Ibid, hlm 101.

0 komentar: