BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perkembangan masa
akhir kanak-kanak merupakan kelanjutan dalam masa awal anak-anak. Periode ini
berlangsung dari usia 6 tahun hingga tiba saatnya individu menjadi matang
secara seksual. Permulaan masa akhir kanak-kanak ini ditandai dengan masuknya
anak ke kelas satu sekolah dasar. Bagi sebagian besar anak, hal ini merupakan
perubahan besar dalam pola kehidupannya. Sebab, masuk kelas satu merupakan
peristiwa penting bagi anak yang dapat mengakibatkna terjadinya perubahan dalam
sikap, nilai, dan perilaku.
Dalam studi ilmu
jiwa perkembangan dapat di lacak dan dipahami perkembangan dari satu fase
kehidupan ke fase kehidupan yang lain. Dalam memahami hal ihwalnya dalam dunia
pendidikan misalnya, maka dapat disusun kurikulum, materi, metode, sarana, dan
alat-alat yang sesuai dengan situasi dan kondisi diri anak didik menurut
jengjang pendidikan yang ada. Demikian juga bagi orang tua, akan diketahui
pertumbuhan dan perkembangan anak serta model-modelpelayanannya. Sehingga
setiap individu diharapkan bisa menjalani tugas perkembangan dengan baik
sekaligus beradaptasi dengan lingkungannya dengan baik pula.
Dalam makalah ini
akan dikemukakan mengenai bagaiama proses perkembangan pada masa kanak-kanak
akhir. Dan akan dibahas pula mengenai perkembangan anak pada aspek kognitif,
emosi, dan bahasanya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Psikologi Perkembangan
Psikologi Perkembangan pada prinsipnya
merupakan cabang dari psikologi. Psikologi Perkembangan terdiri dari dua kata
Psikologi dan Perkembangan, Psikologi berasal dari kata Pscyche dan logos,[1] Pscyche
berarti jiwa dan logos berarti ilmu. Jadi, secara harfiah “psychology”
berarti “ilmu jiwa”.
Dapat dikatakan psyche ialah sesuatu yang
abstrak, yang menjadi penggerak dan pengatur bagi segala tingkah laku
seseorang, baik tingkah laku yang termasuk perbuatan, maupun tingkah laku yang
termasuk penghayatan, tingkah laku perbuatan ialah tingkah laku yang dapat
diamati secara langsung, misalnya berlari, berjala, bercakap-cakapdan tingkah
laku motorik yang lain, sedangkan tingkah laku penghayatan ialah tingkah laku
yang tidak dapat secara langsung dapat diamati, misalnya perasaan, pikiran,
motivasi, reaksi berbagai kelenjar, dan sebagainya.[2]
Maka Ilmu Jiwa dapat dikatakan sebagai
ilmu yang membahas situasi batin manusia yang dapat menggerakkan tingkah laku
manusia selama hidup didunia sampai pasca kematian.
Menurut Elizabeth B. Hurlock istilah
perkembangan berarti serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai
akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Seperti yang dikatakan oleh Van
den Daele (III), perkembangan berarti perubahan secara kualitatif, ini berarti
bahwa perkembangan bukan sekedar penambahan beberapa sentimeter pada tinggi
badan seseorang atau peningkatan kemampuan seseorang, melainkan suatu proses
integrasi dari banyak struktur dan fungsi komplek.[3]
Menurut Aliah B. Purwakania, perkembangan
menunjukkan adanya tahapan pola, prinsip, aspek dan faktor yang terlibat dalam
perkembangan manusia.[4]
Jadi Psikologi perkembangan adalah ilmu
yang membahas tentang perubahan-perubahan progrsif situasi batin manusia yang
dapat menggerakkan tingkah laku manusia selama hidup di dunia dan sampai pasca
kematian.
Menurut Siti Partini Suadirman dalam
bukunya “Psikologi Perkembangan”: Psikologi perkembangan adalah cabang
dari psikologi yang mempelajari prubahan pada individu, baik perubahan fungsi
fisik, mental dan sosial yang terjadi sepanjang rentang kehidupan, semenjak
konsepsi sampai akhir hayat atau meninggal dunia.[5]
B.
Masa Kanak-Kanak Akhir
Masa kanak-kanak akhir sering disebut sebagai
masa sekolah atau masa sekolah dasar. Masa kanak-kanak akhir berjalan dari umur
6 atau 7 tahun sampai masuk ke masa pubertas dan masa remaja awal yang berkisar
pada usia 11-13 tahun. Pada masa ini anak sudah matang bersekolah dan sudah
siap masuk Madrasah Ibtidaiyah atau Sekolah Dasar.
Seorang anak dapat dikatakan matang untuk
bersekolah apabila anak telah mencapai
kematangan (fisik, intelektual, moral, dan sosial). Matang secara fisik
maksudnya, apabila anak telah menuruti secara jasmaniah tata sekolah. Misalnya,
dapat duduk tenang, tidak makan didalam kelas, tidak bergurau dengan teman
waktu diajar, dan lain sebagainya. Matang secara intelektual maksudnya, apabila
anak telah sanggup menerima pelajaran secara sistematis, terus-menerus, dapat
menyimpannya dan nantinya dapat memproduksi pelajaran tersebut. Matang secara
moral adalah jika anak telah sanggup menerima pelajaran moral, misal pelajaran
budi perkerti, etiket, serta telah sanggup untuk melaksanakannya. Telah juga
ada rasa tanggungjawab untuk melaksanakan peraturan sekolah sebaik-baiknya. Matang
secara sosial, maksudnya apabila anak telah sanggup untuk hidup menyesuaikan
diri dengan masyarakat sekolah.
Masa akhir kanak-kanak menurut psikologi
islam adalah tahap tamyiz, fase ini anak mulai mampu membedakan yang baik dan
buruk, yang benar dan yang salah, pada usia Nabi Muhammad memberikan contoh
bahwa anak sudah diperintahkan untuk melakukan shalat sebagaimana Hadist Nabi:
Artinya: ...Perintahlah anak-anak kalian melakukan shalat ketika ia berusia
tujuh tahun, dan pukulah ia jika meninggalkannya apabila berusia sepuluh tahun
dan pisahkan ranjangnya (HR. Abu Dawud dan al-Haki dari Abd Allah ibn Amar)
Hadis tersebut mengisyaratkan ketika anak berusia tujuh tahun memerintahkan orang tua untuk memukul anaknya
yang meninggalkan shalat, makna memukul tidak berarti bersifat biologis tetapi
secara psikologis dengan mengingatkan yang dapat menggugah kesadarannya untuk
melakukan shalat.[6]
C.
Aspek-Aspek Perkembangan
1.
Perkembangan Kognitif
Seiring dengan masuknya anak ke
sekolah dasar, maka kemampuan kognitifnya turut mengalamai perkembangan yang
pesat. Karena dengan masuk sekolah, berarti dunia dan minat anak bertambah
luas, dan dengan meluasnya minat maka bertambah pula pengertian tentang manusia
dan objek-objek yang sebelumnya kurang berarti bagi anak.
Pada usia ini anak sudah dapat
mereaksi rangsangan intelektual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang
menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif (membaca, menulis, dan
berhitung).
Dengan keadaan normal, pikiran anak
usia sekolah berkembang secara berangsur-angsur. Kalau pada masa sebelumnya
daya pikir anak masih bersifat imajinatif dan egosentris, maka pada usia
sekolah dasar ini daya pikir anak berpikir ke arah daya pikir konkrit,
rasional, dan obyektif. Kemampuan
berfikir ditandai dengan adanya aktivitas-aktivitas mental seperti mengingat,
memahami dan mampu memecahkan masalah. Anak sudah lebih mampu berfikir,
belajar, mengingat, dan berkomunikasi, karena proses kognitifnya tidak lagi
egosentrisme, dan lebih logis.[7]
Egosentrisme artinya, anak belum
mampu membedakan antara perbuatan-perbuatan dan objek-objek yang secara
langsung dialami dengan perbuatan-perbuatan dan objek-objek yang hanya ada
dalam pikirannya. Misalnya, ketika kepada anak diberikan soal, ia tidak akan
mulai dari sudut objeknya, melainkan ia akan mulai dari dirinya sendiri.
Egosentrisme pada anak terlihat dari ketidakmampuan anak untuk melihat pikiran
dan pengalaman sebagai kedua gejala yang masing-masing berdiri sendiri.[8]
Ditinjau dari perkembangan kognitif
Jean Piaget, anak sekolah dasar memasuki tahap operasi kongkret dan berpikir.
Suatu masa dimana konsep yang pada awal masa kanak-kanak merupakan konsep yang
samar-samar dan tidak jelas sekarang menjadi konkret dan tertentu. Tahap
operasi kongkret tetap ditandai dengan adanya sistem operasi berdasarkan
apa-apa yang kelihatan nyata/kongkret. Anak masih menerapkan logika berpikir
pada barang-barang yang kongkret, belum bersifat abstrak apalagi hipotesis.
Anak masih kesulitan untuk memecahkan persoalan yang mempunyai banyak variabel.
Oleh karena itu, meskipun intelegensi pada tahap ini sudah sangat maju, namun
cara berpikirnya masih terbatas yakni berdasarkan sesuatu yang kongkret.
2.
Perkembangan Emosi
Emosi merupakan faktor dominan yang
mempengaruhi tingkah laku individu, termasuk pula perilaku belajar. Emosi yang
positif, seperti perasaan senang, bergairah, bersemangat atau rasa ingin tahu
akan mempengaruhi individu untuk konsentrasi terhadap aktivitas belajar.
Sebaliknya, jika emosi negatif seperti perasaan tidak senang, kecewa, tidak
bergairah, maka proses belajar akan mengalami hambatan.
Anak usia SD sudah menyadari bahwa
ia tidak dapat menyatakan dorongan emosinya begitu saja tanpa mempertimbangkan
lingkungannya. Ia mulai belajar mengungkapkan perasaannya dalam perilaku yang
dapat diterima secara sosial. Penumbuhan perasaan ini tergantung dari bagaimana
sikap orang tua mendisiplinkan anak. Di samping itu, melalui permainan dan
olahraga dimungkinkan anak mengeluarkan emosinya secara wajar.
Menginjak usia sekolah, anak mulai
menyadari bahwa pengungkapan emosi secara kasar tidaklah diterima di
masyarakat. Oleh karena itu, dia mulai belajar mengendalikan dan mengontrol
ekspresi emosinya. Kemampuan mengontrol emosi diperoleh dari meniru dan
latihan. Dalam proses peniruan, kemampuan orang tua dalam mengendalikan
emosinya sangatlah berpengaruh. Apabila anak berkembang dalam lingkungan
keluarga yang emosionalnya stabil, maka perkembangan emosi anak cenderung
stabil. Emosi-emosi yang secara umum dialami pada tahap perkembangan usia
sekolah ini adalah marah, takut, cemburu, iri hati, kasih sayang, rasa ingin
tahu dan kegembiraan.[9]
3.
Perkembangan Bahasa
Selama masa akhir anak-anak,
perkembangan bahasa terus berlanjut. Perbendaharaan kosa kata anak meningkat
dan cara anak-anak menggunakan kata dan kalimat bertambah kompleks serta lebih
menyerupai bahasa orang dewasa. Dari berbagai pelajaran yang diberikan
disekolah, bacaan, pembicaraan dengan anak-anak lain, serta melalui radio dan
televisi, anak-anak menambah perbendaharaan kosa kata yang ia pergunakan dalam
percakapan dan tulisan.
Dengan dikuasainya ketrampilan
membaca dan berkomunikasi dengan orang lain, anak sudah gemar membaca atau
mendengarkan cerita yang bersifat kritis. Pada masa ini, karena dibarengi
dengan taraf berpikir yang sudah maju maka dia banyak menanyakan soal waktu dan
sebab akibat.
Di samping peningkatan dalam jumlah
perbendaharaan kosa kata, perkembangan bahasa anak usia sekolah juga terlihat
dalam cara anak berpikir tentang kata-kata. Peningkatan kemampuan anak sekolah
dasar dalam menganalisis kata-kata, menolong mereka memahami kata-kata yang
tidak berkaitan langsung dengan pengalaman-pengalaman pribadinya. Ini
memungkinkan anak menambah kosa kata mereka. Misalnya, “batu-batuan berharga”
dapat dipahami melalui pemahaman tentang ciri-ciri umum “berlian” atau
“zamrud”.
Terdapat dua faktor yang
mempengaruhi perkembangan bahasa, yaitu sebagai berikut:
a.
Proses
jadi matang dalam hal organ-organ suara/bicara sudah berfungsi untuk
berkata-kata.
b.
Proses
belajar, maksudnya bahwa anak telah matang untuk berbicara, lalu mempelajari
bahasa orang lain dengan jalan mengimitasi atau meniru ucapan atau kata-kata
yang didengarnya.[10]
Kedua
proses tersebut berlangsung sejak masa bayi dan kanak-kanak, sehingga pada saat
masuk SD anak sudah sampai pada tingkat dapat membuat kalimat yang mendekati
sempurna, dapat membuat kalimat majemuk, dan dapt menyusun dan mengajukan
pertanyaan.
Dengan demikian cakrawala anak-anak,
mereka menemukan bahwa berbicara merupakan sarana penting untuk memperoleh
tempat di dalam kelompok. Dalam hal ini yang paling penting adalah bahwa ia
mampu mengerti apa yang dikatakan orang lain. Kalau anak tidak dapat mengerti
apa yang dikatakan orang lain, tidak saja ia tidak dapat berkomunikasi, tetapi
lebih parah lagi, ia cenderung mengatakan sesuatu yang sama sekali tidak
berhubungan dengan apa yang dibicarakan oleh teman-teman sehingga ia tidak
diterima dalam kelompok.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam masa perkembangan
kanak-kanak akhir anak sudah mengalami banyak kemajuan dibandingkan dengan masa
sebelumnya. Dalam aspek perkembangan kognitif anak sudah lebih mampu berfikir,
belajar, mengingat, dan berkomunikasi, karena proses kognitifnya sudah tidak
lagi egosentrisme, dan lebih logis. Kemudian dalam aspek perkembangan emosinya,
dalam usia ini anak sudah mulai menyadari bahwa pengungkapan emosi secara kasar
tidaklah diterima di masyarakat. Oleh karena itu, dia mulai belajar untuk
mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya.
Sedangkan perkembangan dalam
aspek bahasa, usia SD merupakan masa berkembang pesatnya kemampuan mengenal dan
menguasai perbendaharaan kata (vocabulary). Mereka juga mulai menyadari bahwa
berbicara merupakan sarana penting untuk memperoleh tempat di dalam kelompok.
Daftar Pustaka
Desmita. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2006.
Rochmah, Elfi Yuliani. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta:
Teras, 2005.
Purwakania, Aliyah B. Psikologi
Perkembangan Islami. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006.
Yusuf L.N, Syamsu. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008.
Hidayati, Wiji dkk. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta:
Teras, 2008.
Rumini, Sri dkk. Psikologi Umum. Yogyakarta: FIK IKIP, 1998.
Suadirman, Siti Partini. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta, 2006.
[1] Sri
Rumini, dkk, Psikologi Umum, (Yogyakarta: FIK IKIP, 1998), hlm. 1
[2] Wiji
Hidayati, dkk, Psikologi Perkembangan, (Yogyakarta: Teras, 2008), hlm.
4.
[3]
Elizabeth, B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan, (Jakarta: Erlangga, 2004), edisi kelima, hlm. 2.
[4] Aliyah
B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2006), hlm. 13.
[5] Siti
Partini Suadirman, Psikologi Perkembangan, (Yogyakarta: Universitas
Negeri Yogyakarta, 2006), hlm. 1.
[6] Wiji
Hidayati, dkk, Psikologi Perkembangan, Yogyakarta: Teras, 2008, hlm.
130.
[7] Ibid,
hlm. 131
[8]Desmita, Psikologi
Perkembangan, (Bandung: PT Remaja Rodakarya, 2005), hlm. 158
[9] Syamsu
Yusuf L.N, Psikologi Perkembangan Anak & Remaja, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2008), hlm. 181.
[10] Elfi
Yuliani Rochmah, Psikologi Perkembangan, (Yogyakarta: Teras, 2005), hlm.
169.
10 Juni 2014 pukul 10.05
terimakasih yaah.. bermanfaat bgt makalahnya :)