BAB Il
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah SWT sebagai pencipta telah menciptakan langit dan bumi, dan segala
sesuatu yang ada di antara keduanya. Salah satu ciptaan Allah itu adalah
manusia, yang diberi keistimewaan berupa kemampuan berpikir yang melebihi jenis
makhluk lain yang sama-sama menjadi penghuni bumi. Kemampuan berpikir itulah
yang diperintahkan Allah agar dipergunakan untuk mendalami wujud atau hakikat
dirinya dan tidak semata-mata dipegunakan untuk memikirkan segala sesuatu di
luar dirinya.
Demikianlah kenyataannya bahwa manusia tidak pernah berhenti berpikir,
kecuali dalam keadaan tidur atau sedang berada dalam situasi diluar kesadaran.
Manusia berpikir tentang segala sesuatu yang tampak atau dapat ditangkap oleh
pancaindera bahkan yang abstrak sekalipun. Dari sejarah kehidupan manusia
ternyata tidak sedikit usaha manusia dalam memikirkan wujud atau hakikat
dirinya, meskipun sebenarnya masih lebih banyak yang tidak menaruh perhatian
untuk memikirkannya. Dalam firman Allah surat Ar-Rum ayat 30 mengandung
perintah agar manusia dalam mempergunakan pikirannya selalu dilandaskan pada
iman yang terarah lurus pada agama Allah SWT. Demikian pula dalam berpikir
fundamental tentang hakekat atau wujud dirinya.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa arti hakekat manusia?
2.
Apa hakekat manusia menurut pandangan umum?
3.
Apa hakekat manusia meurut Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Arti Hakekat Manusia
Menurut bahasa, hakikat berarti kebenaran atau sesuatu yang
sebenar-benarnya atau asal segala sesuatu. Dapat juga dikatakan hakikat itu
adalah inti dari segala sesuatu atau yang menjadi jiwa sesuatu. Dikalangan
tasawuf orang mencari hakikat diri manusia yang sebenarnya, karena itu muncul
kata-kata diri mencari sebenar-benar diri. Sama dengan pengertian itu mencari
hakikat jasad, hati, roh, nyawa, dan rahasia.
Manusia adalah makhluk paling sempurna
yang pernah diciptakan oleh Allah swt. Kesempurnaan yang dimiliki manusia
merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai khalifah di muka
dumi ini. Al-Quran menerangkan bahwa manusia berasal dari tanah.
Jadi hakekat manusia adalah kebenaran atas
diri manusia itu sendiri sebagai makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT.
B.
Hakekat Manusia Menurut Pandangan Umum
Pembicaraan manusia dapat ditinjau dalam
berbagai perspektif, misalnya perspektif filasafat, ekonomi, sosiologi,
antropologi, psikologi, dan spiritualitas Islam atau tasawuf, anatar lain :
a.
Dalam perspektif filsafat.
Disimpulkan bahwa manusia merupakan hewan yang berpikir karena memiliki
nalar intelektual. Dengan nalar intelektual itulah manusia dapat berpikir,
menganalisis, memperkirakan, meyimpulkan, membandingkan, dan sebagainya. Nalar
intelektual ini pula yang membuat manusia dapat membedakan antara yang baik dan
yang jelek, antara yang salah dan yang benar.
1.
Hakekat Manusia
Pada saat-saat tertentu dalam perjalanan hidupnya, manusia mempertanyakan
tentang asal-usul alam semesta dan asal-usul keber-ada-an dirinya sendiri.
Terdapat dua aliran pokok filsafat
yang memberikan jawaban
atas pertanyaan tersebut, yaitu Evolusionisme dan Kreasionisme
(J.D. Butler, 1968). Menurut
Evolusionisme, manusia adalah hasil
puncak dari mata rantai
evolusi yang terjadi
di alam semesta.
Manusia sebagaimana halnya alam semesta ada
dengan sendirinya berkembang dari alam
itu sendiri, tanpa Pencipta. Penganut aliran ini antara lain Herbert
Spencer, Charles Darwin, dan
Konosuke Matsushita. Sebaliknya,
Kreasionisme menyatakan bahwa asal usul manusia sebagaimana halnya alam semesta
adalah ciptaan suatu Creative Cause atau Personality, yaitu Tuhan YME. Penganut
aliran ini antara lain Thomas Aquinas dan Al-Ghazali. Memang kita
dapat menerima gagasan
tentang adanya proses
evolusi di alam semesta termasuk pada diri
manusia, tetapi tentunya kita menolak pandangan yang menyatakan adanya manusia di alam
semesta semata-mata sebagai hasil evolusi dari alam itu sendiri, tanpa Pencipta.
2.
Wujud dan Potensi Manusia.
Wujud Manusia. menurut penganut
aliran Materialisme yaitu Julien
de La Mettrie bahwa esensi
manusia semata-mata bersifat
badani, esensi manusia
adalah tubuh atau fisiknya. Sebab
itu, segala hal yang bersifat kejiwaan, spiritual atau rohaniah dipandangnya hanya
sebagai resonansi dari
berfungsinya badan atau
organ tubuh. Tubuhlah yang
mempengaruhi jiwa. Contoh: Jika ada organ tubuh luka muncullah rasa sakit. Pandangan
hubungan antara badan
dan jiwa seperti
itu dikenal sebagai Epiphenomenalisme (J.D. Butler,
1968). Bertentangan dengan gagasan
Julien de La
Metrie, menurut Plato salah
seorang penganut aliran
Idealisme -bahwa esensi manusia
bersifat
kejiwaan/spiritual/rohaniah. Memang
Plato tidak mengingkari
adanya aspek badan,
namun menurut dia jiwa
mempunyai kedudukan lebih
tinggi daripada badan.
b.
Dalam Perspektif Ekonomi.
Dalam perspektif ekonomi, manusia adalah makhluk ekonomi, yang dalam
kehidupannya tidak dapat lepas dari persoalan-persoalan ekonomi. Komunikasi
interpersonal untuk memenuhi hajat-hajat ekonomi atau kebutuhan-kebutuhan hidup
sangat menghiasi kehidupan mereka.
c.
Dalam Perspektif Sosiologi.
Manusia adalah makhluk social
yang sejak lahir hingga matinya tidak pernah lepas dari manusia lainnya.
Bahkan, pola hidup bersama yang saling membutuhkan dan saling ketergantungan
menjadi hal yang dinafikkan dalam kehidupan sehari-hari manusia.
d.
Dalam Perspektif Antropologi.
Manusia adalah makhluk
antropologis yang mengalami perubahan dan evolusi. Ia senantiasa mengalami
perubahan dan perkembangan yang dinamis.
e.
Dalam Perspektif Psikologi.
Manusia adalah makhluk yang
memiliki jiwa. Jiwa merupakan hal yang esensisal dari diri manusia dan
kemanusiaannya. Dengan jiwa inilah, manusia dapat berkehendak, berpikir, dan
berkemauan.
C.
Hakekat Manusia Menurut Pandangan Islam
Penciptaan manusia terdiri dari bentuk jasmani yang bersifat kongkrit,
juga disertai pemberian sebagian Ruh ciptaan Allah swt yang bersifat abstrak.
Manusia dicirikan oleh sebuah intelegensi sentral atau total bukan sekedar
parsial atau pinggiran. Manusia dicirikan oleh kemampuan mengasihi dan
ketulusan, bukan sekedar refles-refleks egoistis. Sedangkan, binatang, tidak
mengetahui apa-apa diluar dunia inderawi, meskipun barangkali memiliki kepekaan
tentang yang sakral.
Manusia perlu mengenali hakekat dirinya,
agar akal yang digunakannya untuk menguasai alam dan jagad raya yang maha luas
dikendalikan oleh iman, sehingga mampu mengenali ke-Maha Pekasaan Allah dalam
mencipta dan mengendalikan kehidupan ciptaanNya. Dalam memahami ayat-ayat Allah
dalam kesadaran akan hakekat dirinya, manusia menjadi mampu memberi arti dan
makna hidupnya, yang harus diisi dengan patuh dan taat pada perintah-perintah
dan berusaha menjauhi larangan-larangan Allah. Berikut adalah hakekat manusia menurut pandangan Islam:
1.
Manusia adalah Makhluk Ciptaan Allah SWT.
Hakekat pertama ini berlaku umum bagi seluruh jagat
raya dan isinya yang bersifat baru, sebagai ciptaan Allah SWT di luar alam yang
disebut akhirat. Alam ciptaan meupakan alam nyata yang konkrit, sedang alam
akhirat merupakan ciptaan yang ghaib, kecuali Allah SWT yang bersifat ghaib
bukan ciptaan, yang ada karena adanya sendiri.
Firman Allah SWT mengenai penciptaan manusia dalam Q.S. Al-Hajj ayat 5 :
فانا خلقناكم من تراب ثم من
نطفة ثم من علقة ثم من مضغة مخلقة وغير مخلقة لنبين لكم
“Sesungguhnya
Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani menjadi
segumpal darah, menjadi segumpal daging yang diberi bentuk dan yang tidak
berbentuk, untuk Kami perlihatkan kekuasaan Tuhanmu.”
Firman tersebut menjelaskan pada manusia tentang
asal muasal dirinya, bahwa hanya manusia pertama Nabi Adam AS yang diciptakan
langsung dari tanah, sedang istrinya diciptakan dari satu bagian tubuh
suaminya. Setelah itu semua manusia berikutnya
diciptakan melalui perantaraan seorang ibu dan dari seorang ayah, yang
dimulai dari setetes air mani yang dipertemukan dengan sel telur di dalam
rahim.
Hakikat pertama ini berlaku pada umumnya manusia di
seluruh jagad raya sebagai ciptaan Allah diluar alam yang disebut akhirat. Alam
ciptaan merupakan alam nyata yang konkrit sedangkan alam akhirat merupakan
ciptaan yang ghaib kecuali Allah yang bersifat ghaib bukan ciptaan yang ada
karena dirinya sendiri.
2. Kemandirian dan
Kebersamaan (Individualitas dan Sosialita).
Kemanunggalan tubuh dan jiwa yang diciptakan Allah SWT , merupakan satu diri
individu yang berbeda dengan yang lain. setiap manusia dari individu memiliki
jati diri masing - masing. Jati diri tersebut merupakan aspek dari fisik dan
psikis di dalam kesatuan. Setiap individu mengalami perkembangan dan berusah
untuk mengenali jati dirinya sehingga
mereka menyadari bahwa jati diri mereka berbeda dengan yang lain. Firman Allah dalam Q.S. Al-A’raf 189:
هو الذي خلقكم من نفس واحدة
“Dialah
yang menciptakanmu dari satu diri”
Firman tersebut jelas menyatakan bahwa
sebagai satu diri (individu) dalam merealisasikan dirinya melalui kehidupan,
ternyata diantaranya terdapat manusia yang mampu mensyukurinya dan menjadi
beriman.
Di dalam sabda Rasulullah SAW menjelaskan petunjuk tentang cara
mewujudkan sosialitas yang diridhoiNya, diantara hadist tersebut mengatakan:
“Seorang dari kamu tidak beriman sebelum mencintai kawannya seperti mencintai dirinya
sendiri” (Diriwayatkan oleh
Bukhari)
“Senyummu kepada kawan adalah sedekah” (Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan Baihaqi)
Kebersamaan (sosialitas) hanya
akan terwujud jika dalam keterhubungan itu manusia mampu saling menempatkan
sebagai subyek, untuk memungkinkannya menjalin hubungan manusiawi yang efektif,
sebagai hubungan yang disukai dan diridhai Allah SWT. Selain
itu manusia merupakan suatu kaum (masyarakat) dalam menjalani hidup bersama dan
berhadapan dengan kaum (masyarakat) yang lain. Manusia dalam perspektif agama
Islam juga harus menyadari bahwa pemeluk agama Islam adalah bersaudara satu
dengan yang lain.
3.
Manusia Merupakan Makhluk yang Terbatas.
Manusia memiliki kebebasan dalam mewujudkan diri (self realization),
baik sebagai satu diri (individu) maupun sebagai makhluk social, terrnyata
tidak dapat melepaskan diri dari berbagai keterikatan yang membatasinya.
Keterikatan atau keterbatasan itu merupakan hakikat manusia yang melekat dan
dibawa sejak manusia diciptakan Allah SWT. Keterbatasan itu berbentuk tuntutan
memikul tanggung jawab yang lebih berat daripada makhluk-makhluk lainnya.
Tanggung jawab yang paling asasi sudah dipikulkan ke pundak manusia pada saat
berada dalam proses penciptaan setiap anak cucu Adam berupa janji atau
kesaksian akan menjalani hidup di dalam fitrah beragama tauhid. Firman Allah
Q.S. Al-A’raf ayat 172 sebagai berikut:
واذ اخذ ربك من بني ادم من ظهورهم ذريتهم واشدهم على
انفسهم الست بربكم قالوا بلى شهدنا
“Dan ingat lah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari
sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian jiwa mereka, “Bukankah Aku ini
Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul Engkau Tuhan kami dan kami bersaksi.”
Kesaksian tersebut merupakan sumpah yang mengikat
atau membatasi manusia sebagai individu bahwa didalam kehidupannya tidak akan
menyembah selain Allah SWT. Bersaksi akan menjadi manusia yang bertaqwa pada
Allah SWT. Manusia tidak bebas menyembah sesuatu selain Allah SWT, yang sebagai
perbuatan syirik dan kufur hanya akan mengantarkannya menjadi makhluk yang
terkutuk dan dimurkaiNya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hakekat manusia adalah kebenaran atas diri
manusia itu sendiri sebagai makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT. Tetapi
terdapat dua sudut pandang yang dapat digunakan untuk memahami apa hakekat
manusia itu, yaitu dari pandangan umum dan pandangan agama Islam.
Hakekat
manusia menurut pandangan umum mempunyai arti bermacam-macam, karena tedapat
berbagai ilmu dan perspektif yang memaknai hakekat manusia itu sendiri. Seperti
dalam perspektif filsafat menyimpulkan bahwa manusia merupakan hewan yang
berpikir karena memiliki nalar intelektual. Dalam perspektif ekonomi mengatakan
bahwa manusia adalah makhluk ekonomi. Perspektif Sosiologi melihat bahwa
manusia adalah makhluk social yang sejak lahir hingga matinya tidak pernah
lepas dari manusia lainnya. Sedangkan, perspektif antropologi berpendapat
manusia adalah makhluk antropologis yang mengalami perubahan dan evolusi. Dan
dalam perspektif psikologi, manusia adalah makhluk yang memiliki jiwa.
Hakekat
manusia menurut pandangan Islam:
a. Manusia adalah Makhluk Ciptaan Allah SWT.
b. Kemandirian dan Kebersamaan (Individualitas dan Sosialita).
c. Manusia Merupakan Makhluk yang Terbatas.
Daftar
Pustaka
Ahmad Norma (ed.). 1997. Hakikat Manusia. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Hadari Nawawi. 1993. Pendidikan Dalam Islam.
Surabaya: Al-Ikhlas.
Jacob & Basid Wahid. 1984. Evolusi Manusia
dan Konsepsi Islam. Bandung: Risalah.
Hadari Nawawi. 1993. Hakekat Manusia Menurut
Islam. Surabaya: Al-Ikhlas.
Mukhtar Solihin, & Rosihon Anwar. 2005. Hakikat
Manusia “Menggali Potensi Kesadaran Pendidikan Diri, dan Psikologi Islam.
Bandung: Pustaka Setia.
http://www.tugasku4u.com/2013/05/makalah-hakikat-manusia-menurut-islam.html
(Diakses tanggal 5 Maret 2014)
|